Shell
Home > Pendidikan & Pelayanan Kesehatan > Pelayanan Kesehatan > Ketika Shell Kehilangan Hospitality

Ketika Shell Kehilangan Hospitality


785 dilihat

Peluh keringatku menetes satu demi satu. Semakin jauh tanganku mendorong sepeda motor, peluh semakin deras mengalir. Berat langkah meninggalkan POM Shell di Slipi. Berharap mendapatkan tukang tamban ban. Setelah ban terisi angin, hatiku berkata lirih, “Apakah ini saatnya aku meninggalkan Shell?”

Pertanyaan itu tidak begitu saja keluar dari hati dan pikiranku. Mengingat bahwa aku adalah pelanggan Shell sejak Januari 2010 ketika aku baru membeli motor. Artinya, motor Honda Revo yang aku miliki, sejak pertama sudah “menegak” Shell. Dan itu berlangsung sampai sekarang. Tetapi, aku mulai berpikir ulang menjadi pelanggan Shell sejak peristiwa Jumat (25/11/2011) malam di POM Shell Slipi. Shell Slipi menjadi tempat langgananku selain Shell Cikini, karena jalur mobilitasku adalah Kemanggisan Jakbar – Johar Baru Jakpus.

Malam itu, saat pulang ke Kemanggisan aku mampir ke Shell Slipi. Seperti biasa, sebelum mengisi bensin Super, aku mengisi angin dulu. Tapi, jalur menuju pompa angin ada barikade pembatas jalan yang dipasang secara longgar. Ada celah yang lebar yang memungkinkan motorku untuk lewat. Tanpa curiga, aku menuju alat pompa secara perlahan. Dengan santai aku standarkan motor, lalu mengambil alat pompa.

Namun, setelah aku mencolokkan alat pompa, bukannya angin banku bertambah, justru berkurang. Aku mulai bingung. Aku berdiri dan melihat ke arah POM. Ada banyak petugas Shell, tapi tidak ada yang hirau dengan kebingunganku, sekalipun ada sepasang mata yang mengarah padaku. Aku berpikir, mungkin aku yang salah dengan caraku, maka aku coba lagi untuk mencolokkan alat pompa. Angin banku semakin habis.

Dengan penuh kesabaran aku berjalan ke arah petugas Shell yang sedang membersihkan kaca depan mobil. Saya bertanya, kenapa banku malah kempes saat dipompa. “Memang pompanya rusak pak,” kata petugas yang mengaku bernama Aji sambil melirik padaku. Tidak ada rasa bersalah atau atensi yang cukup untuk menjawab persoalan yang aku hadapi. Akupun mencurahkan kebingunganku pada petugas yang lain.

Yang satu ini tidak lebih ramah dengan yang pertama, tapi ia memintaku untuk menemui manajernya saja di dalam kantor. Akupun kembali menuju motorku. Aku tuntun dan kuarahkan ke toko “Circle K” tempat si manajer Shell berkantor. Sang manajer menemuiku di dalam toko. Saya sampaikan keluhan saya, yakni:

1). Kenapa tidak ada petugas Shell yang memperingatkanku kalau pompa rusak, sekalipun ada petugas yang melihat keberadaanku.

2). Kenapa harus memasang belasan pembatas jalan untuk mengkomunikasikan pompa rusak tapi tidak membuat tulisan “MAAF POMPA RUSAK” di secarik kertas dan ditempelkan di alat pompa.

3). Karena ban depan saya sudah kehabisan angin, apakah Shell punya alat pompa lain karena motorku tidak bisa jalan.

4). Di belakangku ada beberapa motor yang juga mau mengisi angin, artinya peringatan dengan barikade pembatas jalan tidak efektif. Sang manajer dengan sopan dan pelan-pelan meminta maaf dan mengucapkan terima kasih untuk masukan kedua dariku. Untuk hal ketiga dia hanya berkata, “Kami tidak punya pompa lagi. Di dekat sini ada tukang tamban ban kok, mau diarahkan..atau bagaimana?” kata manajer yang aku tidak sempat menanyakan namanya. Bagiku, jawaban si manajer sangat mengambang. Tidak ada ketegasan dan niatan berarti untuk masalah yang aku hadapi.

Untuk itu, aku dengan tegas mengatakan, “Tidak usah Pak. Biar saya dorong motorku dan mencari di mana tukang tamban ban.” Lalu sang manajer berkata, “Silahkan pak. Terima kasih. Hati-hati, pak.” Dengan berat hati aku melangkahkan kaki keluar toko menuju motorku. Baru setengah jalan, aku menoleh ke dalam toko, berharap ada tatapan simpati dari manajer. Ternyata, sosok itu tidak aku temukan. “Mungkin dia sibuk malam ini. Banyak kerjaan,” kataku dalam hati membesarkan diri.

Walau niatku bulat untuk menanggung sendiri persoalan, namun hatiku tetap sedih. Berat rasanya melangkahkan kaki sambil menuntun motor melewati tiap blok tanki pengisian bahan bakar. Sulit untuk menerima akhir seperti ini, karena niatku adalah ingin mengecek angin ban, mengisi tanki motor dengan Shell, dan pulang dengan hati nyaman-tenang sebelum tidur. Tapi ternyata?

Peristiwa malam itu membuatku mengangkat luka lamaku pada Shell. Aku jadi ingat motivasi utamaku menjadi pelanggan Shell. “Secara sadar aku memilih Shell daripada POM lain karena memiliki pelayanan yang lebih, diberi struk sebagai hak konsumen, fasilitas yang lengkap.” Inilah yang aku pegang dan banggakan ketika teman-teman menggodaku untuk pindah ke POM lain dengan alasan nasionalisme.

Namun, kira-kira 2 tahun berjalan, aku merasakan hal yang tidak ideal. Terkait dengan pelayanan, para petugas Shell beberapa kali tidak ramah terhadapku, senyumpun mulai jarang aku dapatkan. Terkait dengan struk, mulanya aku langsung dapat struk, tapi lama-lama aku ditawarin “mau struk atau tidak?”, lupa memberi struk, sampai tidak diberi sama sekali dan dibiarkan menggantung di alat struk. Soal pompa juga tidak selalu mulus.

Beberapa kali aku menemui alat pompa rusak saat mengisi angin di Shell Cikini. Itulah yang membuatku memilih untuk mengisi angin di Shell Slipi, walaupun mengisi Shell Super di Cikini. Namun, semua penurunan layanan Shell tersebut aku maklumi. Sehingga aku tetap memilih Shell selama ini, termasuk tetap membeli di Shell Cikini pada pagi ini, setelah semalam saya dikecewakan. Bahkan, kalau saya mau pergi ke Bogor, aku pasti mengisi penuh tanki dengan Shell sebelum berangkat karena POM Shell tidak aku temukan dalam perjalanan ke Bogor, baru jalan pulangnya POM Shell ada di Lebak Bulus.

Kalau tanki full, maka saat sampai ke Lebak Bulus, sudah siap untuk diisi lagi. Rasa toleransi itu hampir menemui batasnya setelah kejadian Jumat (25/11/2011) malam. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya aku memutuskan, kalau tidak ada tanggapan dari Shell maka aku putuskan untuk meninggalkan Shell setelah menjadi pelanggan selama hampir 2 tahun. Berarti, tadi pagi adalah momen terakhirku membeli Shell Super di Shell.

Saya menuliskan ini dengan landasan perhatian pada Shell. Saya belajar banyak dari peristiwa yang saya alami ini, dan berharap Shell juga dapat belajar. Lebih dari itu, pembaca pun aku harapkan dapat belajar supaya menjadi konsumen yang cerdas. Akhir kata saya ucapkan banyak terima kasih.

Fransiskus Agung Setiawan
Jln Swadaya Ujung No. 110 Kemanggisan, Palmerah, Jakbar
Jakarta Barat




Source : kompas


Baca Juga





SuratPembaca

Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.

Hubungi Kami

Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia

Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus.
Akan diproses 1 s/d 7 hari.

Kirimkan Masukan

[email protected]
Senin - Jumat
09:00 - 17:00

Sosial