Pengalaman Menggunakan Lion Air
12 October 2014
Transportasi & Fasilitas Umum
Sudah 1,5 tahun terakhir saya tidak pernah bepergian menggunakan Lion Air karena sering terlambat dan alternatif maskapai lain yang lebih tepat waktu tersedia. Minggu kemarin saya terlambat memesan tiket untuk pergi ke Yogyakarta sehingga tidak tersedia tempat lagi di maskapai lain. Dengan harapan bahwa akan sudah ada perbaikan di Lion Air, saya membeli tiket Lion Air dengan tujuan Jakarta Yogyakarta. Saya mendapatkan tempat di penerbangan JT 564 dari Jakarta ke Yogyakarta tanggal 10 Oktober 2014 pukul 18.05. Saya meninggalkan kantor pukul 15.00 dan melakukan check in online supaya tidak ketinggalan pesawat pukul 18.05. Saya tiba di bandara Soekarno Hatta pukul 16.00 dan tidak melihat atau mendengar pengumuman apapun mengenai penerbangan JT564. Pada boarding pass tertulis bahwa waktu embarkasi adalah pukul 17.35. Pukul 17.15 saya memasuki ruang embarkasi di pintu A3. Begitu masuk, saya menanyakan ke petugas Lion Air yang ada di meja depan ruang embarkasi bila ada perubahan jadwal atau keterlambatan. Petugas menjawab, “Pesawatnya terlambat 2 jam, Bu.” Petugas tersebut menjanjikan ada kompensasi berupa makan malam yang sedang dipesan. Saat itu saya hanya bisa membatin bahwa keterlambatan lagi-lagi menjadi masalah Lion Air. Saya mengambil tempat duduk di ruang embarkasi di antara 2 calon penumpang yang belakangan saya tahu, sedang menunggu pesawat yang sama. Calon penumpang yang duduk di sebelah saya mulai gelisah dan melihat-lihat jam. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.55. Kemudian beliau bertanya apakah saya menunggu pesawat JT564. Lalu saya beritahu beliau bahwa pesawat terlambat 2 jam sesuai penjelasan petugas di meja depan. Ibu ini terkejut, begitu juga penumbang di sebelah kiri saya. Mereka sudah di ruang ini sebelum saya dan tidak mendengar pengumuman apa pun. Salah satu dari mereka pergi lagi ke meja depan untuk memastikan berita ini. Pukul 18.05 baru ada pengumuman keterlambatan padahal petugas sudah mengetahui keterlambatan ini lama sebelumnya, dan mungkin sebelum saya memasuki ruang embarkasi. Pukul 18.30 tidak ada tanda-tanda pemberian kompensasi kepada penumpang. Saya dan Ibu yang baru saya kenal tadi pergi lagi ke meja depan dan menanyakan apakah akan ada makan malam yang dibagikan. Beberapa penumpang memang tidak keberatan keluar lagi dan membeli makanan sendiri. Namun saya berpendapat pihak Lion Air harus bertanggung jawab terhadap keterlambatannya. Petugas yang duduk di paling kanan meja depan menjawab tanpa melihat ke arah kami dan menjawab, “Kami sudah memesan makanan tapi belum datang-datang” Ketika kami tanyakan mengenai langkah yang sudah diambil pihak Lion Air untuk mengurusi penumpang yang harus menunggu 2 jam lagi. Beliau menjawab, “Kami sudah memesan. Memang harus menunggu karena ada 5 penerbangan yang terlambat.” Dalam hati saya heran, mengapa perusahaan tidak malu mengatakan lima penerbangan terlambat dan menjadi alasan untuk tidak mengurusi penumpang. Bukankah dengan semakin banyaknya penumpang yang menjadi korban seharusnya memacu Lion untuk berbuat lebih baik, bukannya menjadi alasan untuk menghindar dari kompensasinya? Saya lalu menyarankan bahwa sebaiknya pihak Lion Air mengeluarkan pengumuman mengenai kompensasi yang terlambat supaya penumpang yang gelisah tidak semakin gelisah. Ini juga bisa menunjukkan itikad baik pihak Lion Air untuk meminta maaf sesudah mengusahakan mengurus kompensasi penumpang. Di luar dugaan saya, seorang staf yang duduk di tengah berinisial RD mengatakan,”Kita tidak bisa mengeluarkan pengumuman seperti itu. Kami sudah berusaha memesan dan memang makanan belum datang” Sebetulnya yang mengganggu saya bukan isi kalimatnya melainkan sikap petugas yang dengan wajah datar membela diri mereka dan tidak menunjukkan empati kepada penumpang yang sudah kehilangan haknya. Pada saat yang sama seorang penumpang datang dengan napas terengah-engah karena berpikir dirinya sudah terlambat. Hal ini menunjukkan bahwa di meja check in pun tidak ada pengumuman apa pun sampai saat-saat terakhir. Mereka menjanjikan jam 19.00 makan malam akan diberikan. Sementara menunggu, saya melihat pengumuman di layar keberangkatan mengatakan bahwa penerbangan JT 564 diperkirakan berangkat jam 19.50. Sampai pukul 19.50 tidak ada berita apa pun, dan tidak ada juga pembagian kompensasi. Kami pergi lagi ke meja depan, di mana sudah ada beberapa penumpang lain yang menanyakan mengapa belum ada pengumuman embarkasi dan tidak ada kompensasi. Kebetulan petugas berinisial RD juga yang melayani. Karena marah, saya mengatakan,” Anda kok tidak ada empati sama sekali? Sudah jelas pihak Lion menunda keberangkatan 2 jam” Petugas RD mengatakan, “Ibu sepertinya sentiment sekali sama saya.” Suatu pernyataan yang selain tidak relevan juga tidak menyelesaikan masalah. Pak RD ini lalu disalahkan oleh penumpang lain karena memang tujuan kami berbicara dengannya adalah untuk meminta hak kami. Saya pun masih berusaha menjelaskan bahwa saya tidak mempunyai masalah pribadi dengan Pak RD, namun pihak Lion Air sepertinya tidak berusaha menciptakan situasi lebih baik untuk penumpang yang sudah dikecewakan. Saya mengusulkan pihak Lion Air yang saat itu diwakili Pak RD untuk mengumumkan waktu keberangkatan yang benar serta kompensasi yang memang belum tersedia. Sebetulnya bila penumpang diberi pengertian mengenai situasinya dengan empati yang baik, itu sudah cukup menenangkan. Namun dengan arogan Pak RD menolak mengumumkan dan mengatakan makan malam sudah dipesan namun belum datang. Beliau mengatakan sudah mengumumkan 2 kali bahwa pesawat akan berangkat pukul 20.05 dan pengumuman di layar yang mengatakan keberangkatan pukul 19.50 sama sekali bukan urusannya. Sesudah itu bahkan beliau mengusir saya, “Saya kira pembicaraan kita sudah selesai”. Saat saya menanyakan namanya, beliau mengatakan ,” Saya RD (sengaja saya singkat), silakan adukan saya.” Embarkasi dimulai jam 20.00, dan pesawat berangkat jam 20.20. Tanpa ada penjelasan apa pun. Kompensasi berupa sepotong roti tanpa setetes air pun dibagikan di dalam pesawat. Saya belum pernah melihat penerbangan di mana semua penumpang sampai pesawat mendarat pun tidak ada yang tersenyum. Saya tidak mempunyai rasa dendam pada Pak RD karena beliau hanya menjalankan tugas. Sikap kasar beliau mungkin menjadi asset Lion Air untuk mencegah penumpang terus meminta hak mereka. Saat itu penumpang juga sudah terlalu lelah untuk terus berjuang. Untuk mereka, terlambat 2 jam lebih baik daripada tidak terbang sama sekali. Sayangnya Lion Air tidak menunjukan respek kepada penumpang yang sudah melakukan kewajiban mereka membayar biaya tiket dan datang tepat waktu. Mereka sudah dirugikan namun juga diperlakukan tanpa empati. Padahal penumpang lah sasaran pelayanan Lion Air, yang membuat roda perusahaan tetap berjalan. Biaya murah bukan berarti penumpang boleh diperlakukan semena-mena. Ini seharusnya diketahui oleh petugas di garis depan. Apa pun kesulitan yang dialami, penumpang tetap harus diperlakukan dengan baik. Pihak manajemen Lion Air tidak bisa terus menerus memperlakukan penumpang dengan buruk dan mengekspos petugas di garis depan supaya menjadi sasaran kemarahan penumpang. Sebetulnya saya sudah memesan 1 tiket untuk kembali ke Jakarta dengan penerbangan JT 545 tanggal 14 Oktober. Tiket saya memang tidak bisa dibatalkan. Silakan Lion Air mengambil uang saya. Saya tidak akan menggunakan Lion Air lagi karena saya menolak diperlakukan tanpa respek.
2144 dilihat