Surat Pembaca Indonesia

Garuda Indonesia Mengecewakan

Transportasi & Fasilitas Umum

Saya telah menyusun jadwal dengan prospect customers di Semarang dan Solo. Jadwal pertemuan di Semarang adalah 17 September 2014, dan pertemuan di Solo 18 September 2014. Di Semarang ada 4 agenda (09:00 – 16:00 WIB), dan di Solo ada 1 agenda pertemuan. Saya memasarkan produk likuid kimia – UV Varnish, bahan pengkilap cetakan kertas. (sebelum melakukan reservasi – 15 September 2014): Dengan menggunakan telepon rumah, saya menghubungi call center Garuda Indonesia (2351.9999), berkonsultasi mengenai cairan yang akan saya bawa ke dalam penerbangan. Operator yang mengangkat telepon menyampaikan bahwa secara prosedur saya akan diarahkan ke bagian cargo. Setelah diteruskan ke bagian cargo, saya menanyakan prosedur apa yang harus saya penuhi apabila saya ingin membawa produk tersebut ke dalam penerbangan ke Semarang. Saya diinformasikan apabila likuid kimia, harus memiliki MSDS (Material Safety Data Sheet) maka bisa menjadi acuan untuk membuat produk diterbangkan dan masuk ke dalam bagasi penumpang (saya juga menceritakan kepada operator di cargo, bahwa saya pernah mendatangkan sample produk yang sama dari Tiongkok, dengan menggunakan air freight melalui Fedex, dengan memenuhi kriteria IATA, dan produk nya tiba di Jakarta – dapat dikirimkan melalui udara, karena kategori nya Non Dangerous Good). Saat berkonsultasi dengan operator di cargo, saya meminta apakah saya dapat mengirimkan email ke Garuda Indonesia, sehingga ada komunikasi jelas dan dapat diandalkan (bila perlu), sehingga bisa menjadi komunikasi yang terekam secara valid, dan dapat saya perlihatkan kepada staf grounded, apabila terjadi miskoordinasi di Garuda Indonesia (miskoordinasi di sini antara operator dan grounded staff). Operator menyatakan bahwa tidak dapat memenuhi metode yang saya sarankan, sementara saya menyatakan bahwa saya ingin mencegah terjadi nya kerumitan apabila ada ketidaksinkronan prosedur antara operator dan grounded staff, karena pembicaraan via telepon (mungkin) tidak dapat saya buktikan saat saya menemukan kendala saat produk tersebut ternyata tidak dapat diterbangkan. Jadi menurut saya, print out komunikasi via email bisa menjadi validasi bahwa saya telah berkonsultasi dengan Garuda Indonesia. Meski tidak dapat memenuhi permintaan saya untuk dapat berkomunikasi via email, dengan berlandaskan informasi sebelumnya dari operator, saya memutuskan untuk melakukan reservasi tiket ke Semarang, 17 September 2014, penerbangan pertama GA230, 05:40 WIB. (setelah melakukan reservasi, tanggal 16 September 2014): Dikarenakan secara intuisi saya merasa bahwa saya mungkin akan menemukan kendala di lapangan (proses check-in dan lainnya), saya kembali menghubungi call center Garuda Indonesia untuk konsultasi lagi. Saat saya menelpon ke call center, operator secara otomatis menyapa nama saya (Anto). Saya menceritakan kembali situasi saya ke operator, dan sesuai dengan prosedur internal, saya kembali diarahkan ke cargo. Saat berbicara dengan operator di cargo (seingat saya namanya sdri. Fia), saya mendapatkan petunjuk yang lebih jelas, yaitu saya harus berkonsultasi dengan PT DGM Indonesia, sebagai mitra Garuda Indonesia untuk ijin pengangkutan produk tertentu yang dilihat dari kategori DG atau Non DG. Saya diberikan nomor telepon yang dapat saya hubungi yaitu (021) 55913029. Saya menelepon pihak DGM Indonesia, dan terhubung dengan Sdr. Wardani. Saya menceritakan situasi saya, dan menanyakan apakah saya bisa berkomunikasi via email, karena pembicaraan via telepon sulit untuk divalidasi saat diperlukan konfirmasi oleh pihak Garuda Indonesia. Sdr. Wardani setuju dengan permintaan saya dan meminta saya untuk mengirimkan email, yang disertai dengan foto kemasan, MSDS dan info spesifik dari kemasan produk. Saya mengirimkan email sesuai dengan informasi yang diperlukan oleh Sdr. Wardani. Dan beliau menyampaikan akan membalas email saya, terkait hasil pemeriksaan oleh pihak DGM Indonesia. Pada hari yang sama, pihak DGM Indonesia membalas email saya, dan menyampaikan bahwa produk saya adalah kategori Non DG, dan dapat diterbangkan. Berpegang pada informasi ini, saya merasa yakin bahwa saat proses check in (17 September 2014), saya tidak akan menemui kendala, karena saya telah menghubungi call center Garuda Indonesia dan mengikuti petunjuk yang diberikan. Saya mencetak komunikasi email antara saya dengan pihak DGM Indonesia, sebagai piranti yang dapat saya perlihatkan apabila terjadi miskoordinasi. (hari keberangkatan, 17 September 2014): Saya tiba di Soekarno Hatta pukul 04:45 WIB. Dengan membawa 2 kaleng produk, yang terkemas dalam kardus. Saat proses pemindaian pertama, oleh petugas Soetta, saya diinformasikan bahwa produk tersebut tidak boleh dibawa terbang. Saya menjelaskan bahwa saya sudah mengikuti petunjuk dari Garuda Indonesia dan memperlihatkan kepada petugas tersebut hasil komunikasi dengan pihak DGM Indonesia bahwa produk tersebut adalah Non DG. Petugas tersebut menyampaikan bahwa saya tinggal meminta paraf atau approval dari check in counter terlebih dahulu. Apabila disetujui, maka produk tersebut dapat diteruskan ke dalam bagasi pesawat. Saya mengantri untuk check in. karena pagi yang sangat sibuk, proses check in memakan waktu yang cukup signifikan. Saya masih berada di dalam antrian saat itu, dan tiba-tiba ada informasi dari Soetta bahwa pesawat GA 230 sudah boarding. Memang pada tanggal 16 September 2014 via operator call center saya sudah di bantu untuk city check in nya. Namun karena saya belum memegang boarding pass, saya menjadi panik, mengingat bahwa ada problem yang belum dibantu solusi nya. Saya segera keluar dari antrian, mencari petugas Garuda Indonesia. Biasanya, selalu ada staf Garuda Indonesia yang berdiri di antara antrian yang akan membantu penumpang apabila ada kondisi urgent. Namun pagi itu, tidak ada sama sekali, dan yang terlihat oleh saya adalah sekuriti bandara (seragam biru) bernama Pak Soim. Saya menyampaikan ke Pak Soim, situasi saya pagi itu. Beliau menyarankan saya ke Help Desk Garuda Indonesia. Saya ke Help Desk, dan mendapatkan boarding pass saya. Namun saya meminta solusi agar produk yang saya bawa dapat diterbangkan. Pak Soim menyampaikan bahwa produk tidak bisa di angkut karena kategori DG. Perdebatan terjadi, karena saya berpikir saya telah bertindak benar, dan saya punya validasi dari DGM bahwa produk kategori Non DG. Mengingat waktu yang sangat mepet, saya minta dicarikan solusi, dan diarahkan ke Duty Manager. Saya kembali menceritakan situasi saya, dan mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan bahwa “Garuda Indonesia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap apapun yang dikatakan oleh pihak Soetta”. Saya menyatakan keberatan atas jawaban tersebut dan mengeluhkan kenapa tidak ada instruksi bahwa saya juga harus mengurus administrasi tertentu ke Angkasa Pura, dan di saat situasi seperti itu hanya lepas tangan dengan jawaban tidak bertanggungjawab. Akibat ketidakpuasan saya terhadap cara penanganan Duty Manager Garuda Indonesia, saya kembali menuju help desk dan bersikeras untuk meminta solusi agar produk bisa dibawa ke Semarang (karena dari agenda yang ada di Semarang, sudah disepakati akan ada demo produk). Dan saat saya berada di help desk, kondisi yang saya hadapin pun sama saja. Semua yang berada di help desk, tidak berniat membantu, bahkan ketika saya meminta untuk dibantu pergantian tiket ke penerbangan selanjutnya GA272, 07:55 WIB. Jawaban yang diberikan adalah pesawat sudah full pada penerbangan tersebut. Dalam keadaan putus asa, saya langsung menuju ruang F3, dengan merelakan bahwa saya akan meninggalkan produk saya di airport, dan kehilangan kesempatan demo produk di prospect customers saya. Saat tiba di F3, saya diinformasikan bahwa pesawat sudah lepas landas. Luar biasa pengalaman hari itu, tidak ada solusi, dan ditinggalkan pesawat, tanpa ada personal call. Apa gunanya city check in, apa gunanya menerima boarding pass, tapi pesawat bisa terbang tanpa ada individual call sebelum take off. Saya sadar saya bukan pejabat atau public figure yang bisa menggunakan pengaruh untuk menahan pesawat, namun saya adalah penumpang yang telah berinisiatif mengikuti arahan yang benar dari Garuda Indonesia. Setelah mengetahui pengalaman pahit pagi itu, saya kembali menuju ruangan Duty Manager. Kali ini Duty Manager nya sudah berganti shift, dan orang nya berbeda. Saya kembali menceritakan situasi saya yang terburuk dengan Garuda Indonesia dan betapa kecewanya saya saat mengetahui bahwa grounded staff Garuda Indonesia benar-benar tidak memahami service dan brand yang mereka kelola. Dari perdebatan dengan Duty Manager tersebut, akhirnya saya dibukakan tiket ke Semarang untuk penerbangan 07:55 WIB (padahal help desk menyatakan tiket sudah full), namun saya tetap disuruh mengurus sendiri produk saya ke area cargo Garuda Indonesia. Karena saya pikir masih ada 90 menit untuk mengatur produk saya ke cargo, maka saya pun sudah pasrah. Akhirnya yang menjadi krusial adalah tetap terbang ke Semarang meskipun tidak dapat membawa produk. Karena saya akan merusak reputasi apabila saya batal terbang, karena Garuda Indonesia juga tidak akan bertanggung jawab memperbaiki reputasi saya ke prospect customers. Setelah mendapatkan tiket untuk penerbangan lanjut ke Semarang, saya bergerak sendiri, tanpa ada bantuan help desk atau siapapun yang menamakan diri mereka bagian dari Garuda Indonesia. Saya membawa produk ke cargo Garuda Indonesia. Saat tiba di sana, cargo meminta MSDS dan bukti komunikasi dengan pihak DGM. Saya menyerahkan dokumen yang diperlukan. namun produk tetap tidak dapat diterbangkan karena 2 aspek: harus 4 jam sebelumnya, dan harus di palet dengan kayu. Saya bertambah kecewa, namun tidak dapat mengeluh lagi karena saya sudah kehilangan gairah untuk mencari solusi. Akhirnya produk saya kirimkan pulang ke rumah dengan meminta bantuan taxi blue bird. Berbicara mengenai penerbangan 07:55 dari Jakarta menuju Semarang. Terjadi delay sehingga pesawat baru lepas landas sekitar 08:15. Diinformasikan bahwa penerbangan Jakarta ke Semarang adalah 46 menit. Pesawat mendarat di Semarang pukul 09:05 wib, dan dari proses pesawat mendarat sampai berhenti dengan sempurna hingga semua penumpang turun telah memakan waktu hingga 20 menit. Belum lagi keluar dari area airport yang macet akibat kapasitas mobil penjemputan yang ramai. Akhirnya saya tiba di tempat customer pertama pukul 10:00 WIB. Dimana saya telah menyusun jadwal yang disepakati pukul 09:00 WIB. Garuda Indonesia toh tidak memikirkan ketidaknyamanan saya terhadap disiplin waktu yang saya langgar. Bahwa tidak mudah untuk mengatur jadwal tersebut, selain saya telat tiba di tujuan, saya juga tidak membawa produk seperti yang saya janjikan kepada tiap-tiap prospect customers. Akibat dari keterlambatan tersebut, mengganggu semua jadwal pertemuan, di mana untuk pertemuan ke 2 dan ke 3, saya terlambat dari jadwal yang diagendakan, dan akhirnya membatalkan agenda pertemuan dengan customer ke 4. Saya kehilangan kesempatan untuk mendemokan produk saya, dan saya harus minta maaf kepada setiap customer akibat keterlambatan saya. Sungguh merupakan kejadian yang tidak menyenangkan, yang dilakukan Garuda Indonesia. Dapatkah Garuda Indonesia memahami arti dari opportunity lost yang muncul akibat hilangnya kesempatan demo produk? Demikian informasi yang dapat saya ilustrasikan dari kejadian buruk bersama Garuda Indonesia. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih. Salam,


1312 dilihat