AirAsia Tidak Punya Nurani
26 February 2013
Transportasi & Fasilitas Umum
Pada hari Minggu tanggal 24.Februari, rombongan sekolah kami, PRINCE’S Cre@tive School, Tangerang yang terdiri dari 45 anak-anak usia 10 tahun s/d 15 tahun dengan 6 orang guru pendamping tiba di Bandara LCCT, Kuala Lumpur setelah melakukan seminggu perjalanan Muhibah Budaya untuk melakukan pentas seni di Singapura dan Malaka.Kami tiba pukul 16.30 untuk penerbangan dengan Maskapai Air Asia, AK1388 dengan jadwal terbang pukul 18.50. Saat kami tiba di Bandara, salah satu murid kami mengalami serangan ashma yang cukup parah sehingga membuatnya sulit bernapas dan merasa terlalu lemas untuk berjalan, karena tidak terdapatnya tempat duduk di sekitar Departure Hall maka segera kami dudukan anak tersebut di atas trolley dan mendorongnya kedalam agar kami bisa secepatnya meminta fasilitas kursi roda untuk anak tersebut.Kami segera menghubungi check in counter untuk meminjam sebuah kursi roda. Oleh petugas kami diminta menghubungi bagian kursi roda yang terletak di luar bandara. Saya segera berlari keluar bandara namun setibanya di kaunter kursi roda, permohonan saya untuk meminjam sebuah kursi roda ditolak oleh petugas jaga walaupun saya katakan bahwa ada anak murid kami yang mengalami kondisi darurat dan juga bahwa kami adalah rombongan dari 51 penumpang Air Asia tujuan Jakarta. Namun petugas tersebut bersikeras bahwa dia hanya bisa meminjamkan kursi roda apabila saya bisa menunjukkan Boarding pass dan passport termasuk sang penumpangnya sendiri harus dibawa ikut.Setelah gagal menyakinkan sang petugas bahwa kami adalah penumpang Air Asia yang sedang membutuhkan kursi roda untuk seorang anak murid kami yang sakit segera saya berlari kedalam lagi untuk memenuhi permintaan petugas tersebut dan pada saat melewati Security counter saya berpapasan dengan pimpinan kami yang sedang menanyakan kepada petugas Imigrasi Malaysia apakah bisa meminjam sebuah kursi roda dan dijawab oleh petugas tersebut bahwa hanya pihak Air Asia yang menyediakan fasilitas tersebut segera saya segera melaporkan persyaratan yang diminta petugas Air Asia. Pimpinan kami merasakannya sangat aneh dan menanyakan kepada petugas Imigrasi apakah aturan tersebut tidak keterlaluan masak anak yang sedang sakit dan tidak bisa berjalan itu harus diajak berjalan beberapa ratus meter hanya untuk bisa dipinjamkan kursi roda. Sang Ibu petugas Imigrasi yang cukup ramah mengatakan seharusnya tidak seperti itu.Bergegas pimpinan kami mencari kaunter kursi roda dimaksud dan setibanya disana ternyata tidak ada petugas yang jaga dan setelah mencari sana sini tidak diketemukan seorang pun petugas maskapai Air Asia maka dengan terpaksa beliau mencoba mengambilnya sendiri namun ternyata semua kursi roda tersebut dirantai. Dengan marahnya beliau menarik rantai dan membanting kursi roda tersebut dan pada saat itu saya datang dengan paspor dan boarding pass ditangan dan pada saat yang bersamaan datanglah seorang petugas yang tidak menerima sikap pimpinan kami yang marah dan menarik kursi roda tersebut sambil menunjukan label yang ada dan mengatakan bahwa untuk mendapatkan kursi roda tersebut harus mengurusnya di kaunter. Hal ini menambah kemarahan pimpinan kami dan beliau menunjukan kaunter yang kosong melompong namun sang petugas dengan sombongnya mengatakan bahwa dia hanya meninggalkan selama dua menit dan bukannya minta maaf dan segera memberikan kursi roda tersebut dia malah mengancam untuk menolak dan tidak menerbangkan rombongan kami.Karena jengkel dengan petugas tersebut kami segera meninggalkannya dan kami berusaha mencari manager in duty tetapi tidak ada satupun yang mau mempertemukan kami dengan pimpinan mereka bahkan ketika kami mengatakan masalah kami kepada petugas check in dia hanya mengatakan: ”I don’t know, I am just a check in staff” seolah olah tidak perduli dengan keluhan kami dan mau mempertemukan kami dengan pimpinannya. Akhirnya saya mencari kantor informasi bandara dan dianjurkan untuk pergi ke klinik bandara dan akhirnya kami dipinjamkan sebuah kursi roda oleh pihak klinik dan karena kondisi anak tersebut semakin memburuk saya segera mendorongnya ke klinik agar bisa diberikan pertolongan pertama dan setelah diberikan oxigen dan beristirahat sebentar dengan dimonitor oleh dokter jaga beberapa saat kemudian anak tersebut diperbolehkan terbang namun dengan tetap berjalan kaki tanpa kursi roda. Sambil dituntun dan berjalan secara perlahan lahan akhirnya anak tersebut bisa tiba dipesawat dan kami merasa lega karena dia bisa segera duduk dan beristirahat.Alangkah terkejutnya kami begitu pintu pesawat ditutup dan prosedur keselamatan penumpang mulai diumumkan dan diperagakan oleh beberapa pramugara yang berpakain ala Cowboy tanpa topi dan pramugarinya berbaju merah, prosedur dimulai dengan peringatan bahwa dilarang mengambil video atau merekam jalannya petunjuk keselamatan yang dimulai dengan desahan suara laki laki berbisik secara bergurau sehingga para penumpang yang seharusnya diam dan menyimak peragaan ini malah terdengar tergelak gelak sehingga hilang esensi informasi penting ini.Kemudian yang lebih aneh lagi adalah sapaan kepada penumpang yang tidak seperti prosedur Internasional semestinya yang berbunyi: ”Para penumpang yang terhormat”,tetapi dengan anehnya awak kabin tersebut menambahkan dengan menyapa penumpang dengan kata ”Mbak-mbak dan mas-mas” yang menurut sebagian orang mungkin dirasa lucu tetapi bagi orang lain ada yang mungkin terganggu perasaannya, apakah karena banyaknya penumpang Air Asia terdiri yang dari TKW dan TKI kita yang bekerja di Malaysia atau penumpang jurusan Jakarta mungkin kurang layak bila disapa dengan “para penumpang yang terhormat” maka digunakan kata Mbak-mbak dan mas-mas”?Juga yang lebih mencengangkan lagi adalah pada saat prosedur evakuasi dibacakan sang pramugara yang bersikap layaknya salah satu dari peserta acara “Stand Up Comedy” mengatakan: ”Dalam kondisi emergency para penumpang diminta untuk meninggalkan barang-barang berharga seperti Laptop, Ipad, Blackberry dan juga Boyfriend” yang menurut kami melenceng dari peraturan kondisi darurat Internasional dan bukan saja tidak pada semestinya tetapi juga sangat berbahaya! Bukankah seorang boyfriend adalah manusia?Rupanya kondisi darurat seperti betapa pentingnya sebuah kursi roda dan prosedur emergency di pesawat adalah bukan apa-apa selain bahan lelucon bagi Air Asia! Akhirnya kami mendarat di Terminal 3 Cengkareng setengah jam terlambat dari schedule dan pada saat kami mengambil bagasi kami mendapatkan salah satu dus bawaan kami yang cukup besar dan telah diberikan label fragile ternyata isinya pecah karena sejak saat beberapa murid kami membawanya ke kaunter R70 di bandara LCCT dimana bagasi berukuran besar harus diletakkan mereka melihat betapa kasarnya cara petugas menarik dus-dus bagasi kami walaupun sudah diberitahukan dan diteriaki dengan lantang oleh beberapa murid kami yang menyerahkannya.Kekecewaan kami membuat kami muak untuk berurusan lagi dengan petugas Air Asia dan semua pengalaman diatas membuat kami berpikir untuk mencari maskapai alternatif lain dimana kondisi emergency bisa mendapatkan perhatian dan prioritas bila kami mengadakan acara serupa atau terbang kemanapun. Rasanya patut juga dipertanyakan kelayakan maskapai airasia ini yang telah dengan sombongnya mengaku sebagai ”maskapai kelas dunia” tetapi tidak mengacu pada prosedur Internasional dan tidak mempunyai nurani.Apabila pihak Air Asia tidak segera memperbaiki pelayanannya maka tinggal tunggu waktunya slogan penuh kesombongan inipun akan menghilang sama dengan tidak lagi terdengarnya ucapan :”Air Asia adalah pendukung utama kesebelasan Queens Park Rangers” karena kondisi club tersebut semakin terpuruk dan nyaris terdegradasi di Liga Primer Inggris. Fidrian Sidharta Jl. Nusantara blok B No. 52 Cimone Mas Permai 1 15114 Tangerang
3681 dilihat