Surat Pembaca Indonesia

Stasiun kereta kebon kawung bandung

Transportasi & Fasilitas Umum

Sebagai seorang komuter bandung - jakarta yang kerap bepergian dengan transportasi umum, saya secara reguler menggunakan berbagai moda transportasi baik kereta api, travel, dan kendaraan pribadi. Sejauh ini kereta api indonesia telah semakin menunjukkan kualitasnya sebagai satu satunya penyedia transportasi yang juara di Indonesia. Beberapa tahun lalu saya masih rutin menggunakan jasa kereta api, dan mulai melirik moda transportasi lain karena permasalahan sepele. Minggu lalu, saya kembali mencoba layanan kereta api, seraya mencari tahu apakah kereta api sudah mengatasi hal kecil yang menjadi ganjalan tersebut. Hal kecil yang saya maksud adalah toilet. Ya, ketersediaan toilet yang bersih, dan ramah bagi pengunjung stasiun bandung. Toilet yang tersedia di stasiun bandung, terletak di belakang musholla berdampingan tempat wudhu. Sehingga apabila kita hendak membuang hajat, mau tidak mau harus melewati batas suci musholla. Hal ini tidak menjadi masalah bagi yang muslim, bagaimana dengan yang non muslim? Seperti kita ketahui, tujuan kita memakai alas kaki adalah supaya kaki kita tidak kotor. Dengan posisi toilet yang terletak di belakang musholla, dan berdampingan tempat wudhu. Artinya setelah kita selesai buang hajat, sulit bagi kita untuk tetap menjaga kaki kita tetap kering ketika hendak menggunakan sepatu kembali. Pagi hari 9 November 2014, ketika kota bandung siap siap berpesta merayakan kemenangan persib. Serombongan turis benua eropa tiba di stasiun kebon kawung lengkap dengan segala keriuhan mereka. Sebagian kebingungan mencari toilet. Setelah diberi tahu, mereka akhirnya ‘memahami’ tata cara penggunaan toilet yang disyaratkan pihak stasiun. Sebagian turis yang sudah lansia tampak tidak tahan, dan menuruti ‘peraturan’ toilet. Sebagian yang masih muda memilih bertahan sembari bertanya tanya, apa yang dimaksud batas suci di pinggir musholla. Saya perhatian sebagian mengangguk ngangguk kemudian pergi. Sebagian lagi sibuk berdebat dengan pemandu wisata mereka. Yang pergi segera bergabung dengan rombongan lainnya menertawakan dengan sinis peraturan yang menurut mereka aneh tersebut. Alangkah eloknya kebhinekaan tunggal ika Indonesia apabila tidak hanya menjadi pajangan di kaki burung garuda. Namun saya percaya, sebagai perusahaan milik negara yang seharusnya melayani seluruh lapisan masyarakat tidak terlepas dari suku bangsa ataupun agamanya. Kereta api Indonesia bisa berbuat lebih baik daripada ini.


644 dilihat