Jalan Rraya Lenteng Agung Butuh Perombakan
08 April 2016
Transportasi & Fasilitas Umum
Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), rambu rambu, hingga lalu lintas yang berada di sepanjang jalan raya Lenteng Agung masih jauh dari kata layak. Pasalnya, keberadaan warga Ibukota pada siang dan malam hari jauh berbeda. Bisa dilihat dari padatnya kendaraan yang melalui jalan raya Lenteng Agung baik dari arah Depok dan Jagakarsa misalnya. Terkadang antrian kendaraan mengular mulai dari kawan Universitas Pancasila. Yang mengherankan dan lama lama menjadi hal yang lumrah, keberadaan JPO yang terpasang sebagai penghubung stasiun Lenteng Agung dan Pasar Lenteng justru menjadi sepi ketika jam sibuk. Banyak orang yang memilih untuk menyeberang melalui jalan raya dimana jalan tersebut terdapat tiga ruas dalam satu jalur ditambah barisan angkot ngetem bisa memakan satu setengah ruas badan jalan, bayangkan keadaan tersebut terjadi setiap pagi. Adanya keberadaan petugas terkadang diabaikan. Malah terkadang petugas yang terdiri dari gabungan DISHUB dan Satpol PP membantu para pejalan kaki yang menyeberang melalui jalan raya. Seharusnya petugas tersebut memberi teguran keras bagi para pejalan kaki untuk menggunakan JPO bukan? Terkadang mereka hanya menggertak ‘sambal’. Jadi banyak orang yang mengacuhkan. Oh ya, terkadang juga ada polisi yang standby di sepanjang jalan raya Lenteng Agung khususnya tepat di depan warung knalpot tiap pagi. Saya gak ngerti tujuan pak polisi disitu untuk apa. Suka heran juga kenapa kalo ada polisi malah makin macet? Memang susah menertibkan angkot angkot yang sudah kodratnya wajib ngetem untuk dapat sewa. Tapi seharusnya polisi yang bertugas juga wajib tegas untuk hal ini. Karena kemacetan ini kadang terjadi sampai jalan Tanjung Barat. Hal ini terus terjadi baik pada jam pergi dan pulang kantor. Sedikit maju ke depan halte IISIP Jakarta. Sekarang sepanjang perlintasan rel kereta api sudah dipasang pagar pembatas. Pagar tersebut dibuat untuk meminimalisir angka kecelakaan yang sering terjadi pada pejalan kaki yang menyeberang dan (mungkin) agar terlihat lebih rapih. Keberadaan pagar pembatas tersebut baru berjalan sekitar enam hingga tujuh bulan terakhir. Saya mahasiswa IISIP yang terkadang menyeberang melalui perlintasan rel kereta depan kampus. Saya sempat bertanya pada pekerja yang waktu itu sedang menangani proyek pagar pembatas tersebut. Saya tanya, “ini jadi susah mas nyeberang nya, kapan jadi pagernya?”. Pekerja itu bilang sebentar lagi jadi. Lalu saya tanya lagi “ini gak ada niat dibuat JPO gitu? Ribet mas bahaya”. Pekerja nya saat itu bilang akan dibangun JPO tapi gatau deh itu JPO dibangun disebelah mana. Beberapa bulan setelah kejadian saya nanya itu, pagar pembatas sudah jadi. Rapih. Tukang tukang makanan yang kalo sore biasa dagang juga udah gak jualan lagi di depan taman Lenteng. Tapi keadaan makin ngaco. Selain menghilangkan tukang dagang waktu sore, jalur penyeberangan juga hilang karena pagar pembatas yang dibuat terlalu rapat. Jadi para pejalan kaki HARUS berjalan agak jauh dan menyeberang bersama kendaraan yang melintas. Terlebih, keberadaan lampu lalu lintas untuk penyeberangan orang depan kampus IISIP juga tidak ada. Hanya warna zebra cross saja yang di cat ulang untuk terkesan lebih rapih dan memenuhi standar rambu lalu lintas. Padahal, banyak mahasiswa yang sehari hari harus menyebrang. Harapan saya, hal hal yang seperti ini sebaiknya lebih diperhatikan. Jangan hanya dilakukan pada kawasan utama Ibukota saja. Daerah seperti Lenteng Agung yang bisa dibilang akses tercepat menuju Depok dan sekitarnya, yang merupakan daerah padat penduduk juga, musti lebih diperhatikan lagi demi keselamatan bersama. Karena jika dilihat juga, daerah Lenteng Agung terbilang daerah yang rawan kriminalitas karena lokasinya berada di pinggir kota dan akses krl yang tidak bisa dikatakan tidak mungkin jika jauh dari kata kriminalitas. Saya rasa daerah daerah seperti ini perlu perhatian lebih demi keamanaan dan keselamatan masyarakat dan warga sekitar.
862 dilihat