Surat Pembaca Indonesia

Manajemen Jakarta Garden City Bermasalah

Perhotelan & Kenyamanan

Jakarta - Hati-hati. Berbisnis dengan PT Mitra Sindo Sukses (MSS) ternyata bukan jaminan urusan lancar dan beres. Saya, pemasok jasa penulisan brosur banjir perumahan Jakarta Garden City (JGC) yang dikembangkan PT MSS, mengalaminya: order penulisan dan lay out brosur rampung 90%, tapi nol pembayarannya dan berbelit.Semula saya tak berprasangka apapun. Joint-venture Modern Group dan Keppel Land itu tentu perusahaan bonafid. Pada 1 November 2007, saya rapat dan sekaligusmewawancarai Gerard Lau, Jacquelyn Wong, dan satu konsultan. Dua pertama adalahwarga Singapura, petinggi divisi marketing. Hadir juga David yang selanjutnya incharge urusan brosur banjir itu. Saat itu kami membahas isi brosur banjir JGC. Cakupan kerjanya adalah "hanya menuliskan naskah/teks" yang akan dipakai dalam brosur setelah melengkapi wawancara dalam meeting dengan riset dari berbagai sumber. Tanggal 3 November saya menyerahkan hasil pekerjaan by e-mail dan fax ke David dan minta masukan.Setelah beberapa kali revisi, pada 20 November saya diundang lagi ke kantor David.Usut punya usut ternyata yang diminta David adalah bentuk kasar brosur (dummy) dua halaman bolak-balik. Padahal di pertemuan pertama saya sudah menanyakan apakah PTMSS punya tim desain sendiri dan dijawab ya. Naskah nanti akan di-lay out tim itu.Dalam pertemuan kedua itu saya sempat melihat bahwa surat order berisi usulananggaran jasa penulisan dan lay out yang diajukan pihak saya sebesar Rp 7.500.00ternyata semua disetujui. Saya membacanya pada satu lembar kertas yang telahdiparaf. Sayang saat itu saya tidak meminta salinan surat order yang telah diparafitu. Saya pun memenuhi permintaan David. Yang jadi masalah kelengkapan foto tidak segera dipenuhi PT MSS. Kontak beberapa kali dengan David dan Ayu, juga pegawai PT MSS, tidak memberi hasil. Akhirnya draft brosur jadi beberapa hari kemudian dan saya segera mengirimkan by e-mail, termasuk tembusan ke Gerard dan Jacquelyn. Namun, masalah tambah kusut karena David pada pertemuan tanggal 20 November itu, ternyata berencana atau bahkan sudah dalam proses mengundurkan diri dari PT MSS.Parahnya surat kontrak/surat perintah kerja ke pihak saya dari PT MSS belum juga terbit hingga akhir November 2007 meski sudah bolak-balik ditanyakan. Baru pada 26 Desember 2007 ada undangan lagi agar saya datang ke kantor PT MSS. Kali ini saya bertemu Handoyo, pengganti David. Dia mengatakan sama sekali tak ada berkas apapun dari David yang dipegangnya terkait order penulisan brosur banjir. Termasuk draft brosur yang sudah saya kirim sebulan sebelumnya. Jadilah saya hari itu memerlukan jauh-jauh datang ke Kelapa Gading hanya untuk tahu supaya draft brosur di-email ke Handoyo. Dan keesokan harinya saya bertemu Handoyo lagi di kantornya untuk mendapat sebagian kelengkapan brosur. Pengadaan foto yang di luar tanggung jawab saya, dia minta dilengkapi dari Internet.Tentang anggaran, Handoyo juga meminta proses pengajuannya dimulai lagi dari awal. Dia bilang tak ada berkas apapun soal order brosur banjir di bagian keuangan. Yang sudah dikirim kemudian, dia bilang salah karena mestinya bukan ke Keppel Land tapi ke PT MSS. Baru pada tanggal 3 Januari 2008 saya kirim lagi surat order dengan format yang benar ke Handoyo. Namun dua kali permintaan saya agar surat order?€” yang sudah ditandatangani orang yang in-charge di PT MSS--segera difax balik untuk bisa jadi bukti kontrak bagi saya itu tidak digubris.Sementara Handoyo terus minta agar revisi brosur tetap dikerjakan. Meskipun sudah ditegaskan dalam order bahwa skop kerjanya tidak termasuk pengadaan foto untuk kelengkapan brosur, dia seakan pura-pura tak tahu. Padahal yang tahu foto mana yang cocok adalah pihak PT MSS.Setelah "dipaksa", baru pada 14 Januari 2008 Handoyo mengefaks balik surat order penulisan brosur yang sudah diparaf tiga orang. Yang mencantumkan namanya hanya Handoyo dan tanpa stempel PT MSS. Dalam surat itu juga tercantum Skedul Pembayaran: 30%-DP, 30%-Final Draft, 30%-Production, dan 10%-Retention.Saat saya tak setuju dengan termin pembayarannya berubah dari yang diminta: 50% DP dan 50% sisanya dibayar setelah penyerahan softcopy brosur siap cetak, dia mengatakan itu sudah sistem perusahaan. "Kalau tak setuju skedul dan potongan 10% retention--yang katanya untuk PPN-- ya saya ajukan lagi ke bagian keuangan". Dari komunikasi telepon itu saya berkesimpulan tidak sedang bicara dengan orang yang bisa memberi keputusan. Dan yang terpenting DP yang saya harapkan segera bisa cair untuk membayar beberapa rekan yang terlibat dalam proyek brosur ini tak jelas nasibnya karena perlu proses lagi yang entah kapan baru bisa dimulai. Terus terang saya merasa teraniaya oleh cara kerja dan administrasi PT MSS yang kacau, mirip manajemen kaki lima. Selama lebih dari dua bulan menelantarkan kontrak, seenaknya dan tak peduli nasib orang lain, menghilangkan berkas, serta saling lempar tanggung jawab. Singkat kata: sangat tidak profesional. Saya sungguh paham pengurusan administrasi perlu waktu, tapi bagaimana menjelaskan surat by fax yang diterima pada 3 Januari, hingga dua minggu lewat belum ada keputusan. Juga penentuan skedul dan retensi 10% yang sewenang-wenang, serta termin pembayaran tak masuk akal di tahap produksi. Apa ya saya mesti ikut tanggung jawab kalau hasil cetakan kabur. Kalau memang niatnya baik untuk cari solusi bukankah pembayaran DP bisa ditalangi. Toh pengerjaan order sudah 90% rampung. Bukan sok kuasa mau benarnya sendiri, menyalahkan orang yang sudah resign, terus menuntut agar pekerjaan diselesaikan, dan berlindung di balik prosedur/sistem perusahaan yang zalim pada pemasok.Ramadhian A BrotoKompleks Wisma TaniJl. Manggasari 26, Jatipadang, Pasar MingguJakarta 12540(msh/msh)


737 dilihat