Bahaya Pernikahan Dini
02 February 2018
Pendidikan & Pelayanan Kesehatan
Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan sebuah keturunan. Sebelum masuk pada tahap pernikahan biasanya harus melewati proses, yaitu perkenalan antar kedua pihak keluarga, melamar, pertunangan dan kemudian melaksanakan pernikahan. Proses perkenalan yang mendalam antar pasangan dan adanya persetujuan dari keluarga kedua belah pihak yang bersangkutan akan semakin mengakrabkan kedua keluarga maupun dari kedua calon yang akan menikah. Setiap keluarga dibangun dalam suatu ikatan pernikahan yang diresmikan oleh pemerintah dan agama. Pernyataan ini diperkuat dengan UU No 1 Tahun 1974 tentang pernikahan yang mengatakan bahwa pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan Undang-Undang no. 1 tahun 1974 tersebut, maka seluruh seluk beluk mengenai pernikahan di Indonesia diatur oleh undang-undang untuk seluruh warga negara Indonesia, tanpa memperhatikan golongan dan daerah. Dengan berlakunya Undang-undang pernikahan itu, maka undangundang tersebut akan menjadi acuan dalam hal pernikahan di Indonesia. UU Perkawinan juga mengatur tentang usia menikah bagi laki-laki dan perempuan yaitu 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi perempuan dengan alasan agar pernikahan yang dilaksanakan dapat sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Makna perkawinan itu sendiri adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia. Ikatan batin adalah ikatan yang tidak nampak secara langsung atau ikatan psikologi. Antara suami dan isteri harus ada ikatan saling cinta satu dengan yang lain, tidak adanya paksaan dalam pernikahan. Ikatan saling cinta ini akan mengikat satu dengan yang lain sehingga akan tercipta hubungan yang harmonis dan saling menjaga di antara seluruh anggota keluarga. Jika sebuah pernikahan dilaksanakan karena sebuah rasa terpaksa, maka sangat besar kemungkinan sering terjadi konflik pada rumah tangga. Konflik yang timbul itu bisa memicu terjadinya kekerasan yang mungkin akan berujung pada perceraian. Banyak fakta yang menunjukkan bahwa rumah tangga yang bermasalah sering mengakibatkan perceraian. Tidak menutup kemungkinan pula pada pernikahan dini yang bisa saja terjadi karena paksaan dari pihak orang tua. Kenyataan menunjukkan bahwa kasus pernikahan dini semakin meningkat baik di desa maupun di kota. Seringkali pernikahan dini yang terjadi di pedesaan maupun perkotaan, banyak menimbulkan masalah karena kurangnya kesiapan secara psikis dan fisik sehingga menimbulkan konflik di dalam bahtera rumah tangga. Salah satu masalah yang ditimbulkan dari pernikahan dini adalah munculnya kasus kekerasan dalam rumah tangga. Berikut ini beberapa contoh kasus pernikahan dini yang terjadi di perkotaan, yaitu : 1. 1. Seorang mahasiswi berumur 20 tahun yang berasal dari Bandung dan masih menempuh pendidikan S1 di salah satu universitas swasta di Jogjakarta menikah dengan seorang pria yang berusia 22 tahun pada tanggal 2 Oktober 2010. Pernikahan ini berdasarkan pengakuan si perempuan terjadi karena si perempuan sudah hamil lebih dulu dengan pria tersebut (yang dinikahinya) sebelum mereka menikah. Pada awal pernikahan sekitar dua minggu, kehidupan rumah tangga mereka berjalan dengan baik namun minggu berikutnya perilaku si suami berubah drastis terhadap si istri yang mengakibatkan terjadinya kekerasan dalam kehidupan rumah tangga mereka sehingga mengakibatkan si istri mengalami stress berat dan keguguran. Atas perlakuan yang diterima dari suaminya ini kehidupan rumah tangga mereka hanya berlangsung selama 3 bulan dan saat ini si istri tersebut sedang dalam proses pengajuan cerai terhadap suaminya. (kasus ini dikategorikan sebagai pernikahan dini karena salah satu pihak mempelai belum dianggap dewasa karena masih dalam tahap menempuh pendidikan dan belum berusia 21 tahun.) 2. 2. Seorang pelajar SMP perempuan yang berusia 14 tahun melakukan pernikahan dini karena telah hamil di luar nikah oleh seorang pelajar yang masih berusia 16 tahun dan bersekolah di salah satu sekolah teknik mesin (STM) swasta di Yogyakarta. Akibat pernikahan dini tersebut mereka tidak dapat melanjutkan kembali pendidikan yang seharusnya dapat diselesaikan seperti pelajar lainnya. Berkurangnya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan merupakan salah satu konsekuensi yang harus diterima oleh kedua pihak karena pernikahan dini. Dengan pendidikan yang rendah seperti demikian juga dapat memunculkan masalah baru tentang pekerjaan yang dapat dilakukan karena lapangan pekerjaan yang sulit jika masih belum memiliki gelar akademis yang baik. 3. 3. Seorang pelajar SMA perempuan yang berusia 16 tahun di salah satu SMA swasta di Yogyakarta juga melakukan pernikahan dini karena telah hamil di luar nikah. Seperti halnya contoh kasus yang kedua, seorang pelajar tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya akibat pernikahan pada usia dini. Ketiga contoh kasus tersebut memperlihatkan kepada kita fenomena sosial pernikahan dini di perkotaan yang biasanya terjadi karena hamil di luar nikah. Berdasarkan data yang ada, contoh kasus perceraian akibat pernikahan dini yang terdapat di kota Yogyakarta tercatat sebanyak 253 kasus selama tahun 2010 Berbagai contoh kasus dan alasan pernikahan dini juga terjadi di pedesaan seperti masalah ekonomi, status sosial dan hamil di luar nikah. Contoh kasus di atas menunjukkan bahwa usia mereka tidak sesuai dengan usia standar yang ditetapkan di dalam Undang-Undang no. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Dari contoh kasus itu juga menunjukkan adanya dampak-dampak yang terjadi akibat pernikahan dini, seperti konflik yang muncul di dalam rumah tangga pasangan muda, perceraian dan tidak dapat melanjutkan pendidikan. Pernikahan dini memiliki dampak yang cukup berbahaya bagi yang melakukannya baik pria ataupun bagi wanita, dan dalam berbagai aspek seperti kesehatan, psikologi, dan mental. Penikahan usia dini akan memperpanjang masa reproduksi seorang wanita , pada aspek kesehatan reproduksi memberi kesempatan dan peluang yang lebih sering, untuk hamil, melahirkan dan akan mempunyai jumlah anak yang banyak dan akan berdampak pada resiko kehamilan dan persalinannya. Pernikahan anak memberi pengaruh terhadap rendahnya tingkat pendidikan, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, rapuhnya ketahanan keluarga memberi dampak buruk terhadap kesehatan reproduksi, anak yang dilahirkan dan kesehatan psikologi anak Rendahnya ketahanan keluarga merupakan dampak dari pernikahan usia dini, ketidakmampuannya secara ekonomi dan secara physicis belum terkendali emosianalnya membawa akibat buruk terhadap ketahanan keluarga yang mengakibatkan terjadinya perceraian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pernikahan usia dini berdampak kepada beberapa hal sebagai berikut: 1. Kelahiran anak premature dan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) 2. Child abuse (kekerasan pada anak) 3. Penelantaran anak 4. Harga diri rendah 5. Ketidak harmonisan dalam rumah tangga 6. Perceraian Beberapa faktor mengapa orangtua menikahkan anak-anak nya,yaitu 1. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi menyebabkan orangtua menikahkan anaknya pada pria/keluarga yang lebih mapan atau hanya untuk mengurangi biaya hidup sehari hari, faktor ekonomi menyebabkan sebagian remaja jual diri karena dia menginginkan kehidupan lebih layak atau mengingikan membeli barang-barang mahal yang dia inginkan. 2. Faktor Perjodohan Mungkin faktor ini sudah sangat kecil yang menyebabkan pernikahan dini, namun beberapa kasus terutama di desa dan kampung, ini masih terjadi. 3. Faktor Hamil Diluar Pernikahan Faktor ini sering terjadi di kalangan anak dibawah umur karena kurang nya pengawasan dari orang tua, faktor lain nya yaitu salah pergaulan Upaya pencegahan agar mengurangi marak nya pernikahan dini Dalam UU Perlindungan Anak dengan jelas disebutkan pula mengenai kewajiban orangtua dan masyarakat untuk melindungi anak, serta kewajiban orang tua untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak (pasal 26). Sangsi pidana berupa hukuman kurung penjara dan denda diatur dalam pasal 77-90 bila didapatkan pelanggaran terhadap pasal-pasal perlindungan anak. Dalam persoalan pernikahan dini, keluarga jangan sampai terjebak pada situasi disorientasi pada individu dikarenakan perubahan yang terlalu banyak dalam waktu singkat, sedangkan peran orang tua terutama wilayah perdesaan yang mempunyai anak remaja belum menikah jangan terjebak untuk mengulang kebiasaan yang sudah pernah sukses dilakukan sebelumnya, menikah dini tetapi sebenarnya tidak relevan dan tidak cocok dilakukan pada keadaan saat ini, dalam hal ini menikahkan anaknya pada usia dibawah 18 tahun. Nikahkanlah pada usia ideal, 20 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki laki, jadikan pasangan pengantin sebagai pasangan yang selalu siap dalam kemampuannya, kemampuan fisik, mental, dan ekonomi. Gunakan masa remaja untuk mempersiapkan masa depannya. Mengurangi pernikahan dini pemerintah mempunyai kewajiban besar terutama meningkatkan pendidikan dengan memberikan ketersediaan atau akses secara luas yang terjangkau oleh masyarakat. Perhatian pemerintah dalam meningkatkan ekonomi keluarga memberikan dampak pengurangan pernikahan dini, dari sisi hukum dengan melakukan regulasi berdasarkan kearfian lokal tentang perkawinan dengan memberikan ketegasan terhadap batas umur minimal menikah, memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang peningkatan usia kawin dalam mewujudkan keluarga sejahtera dan berkualitas. Upaya pencegahan pernikahan usia dini harus dilakukan secara terintegrasi melalui berbagai kesempatan dan memanfaatkan kelompok kelompok kegiatan yang ada, dilaksanakan secara berkesinambungan dan komprehensif yang tidak terlepas dari peran dan tanggung jawab semua pihak. Implentasinya dapat dilakukan dengan membangun komunikasi efektip yang merupakan upaya strategis yaitu melalui pendekatan promotif kepada masyarakat yang dilakukan dikalangan mereka sendiri. Masyarakat diharapkan dapat mengerti, menerima dan mampu memecahkan masalahnya sendiri yang berkaitan dengan upaya pencengahan pernikahan usia dini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pengertian kepada seluruh pemangku kepentingan.
1047 dilihat