Buku Sekolah Elektronik: Ingin Hemat Malah Boros
28 August 2008
Pendidikan & Pelayanan Kesehatan
Jakarta - Alhamdulillah. Berkat Suara Pembaca yang saya kirimkan pada 22 Agustus yang lalu saudara kita Bayudono Kurniawan telah berbaik hati memberikan saya cara praktis mengunduh Buku Sekolah Elektronik dari www.bse.depdiknas.go.id. Setelah saya kemas dalam sekeping CD, tentu saja sukup merepotkan bagi anak saya kalau setiap kali dia ingin belajar menggunakan BSE itu, maka ia harus menyalakan komputer dulu. Yah, kalau lagi ada di rumah dan listrik lagi nyala. Kalau mereka ingin belajar dengan teman-temannya di teras rumah atau di halaman belakang --atau di tempat lain yang tidak ada fasilitas listriknya, bagaimana? Belum lagi kalau ada bagian pelajaran yang ingin dicoret-coret dikit untuk menitikberatkan perhatian pada teks dalam BSE itu. Hem, jadi cukup merepotkan. Padahal kita disuruh menghemat listrik. ?Kok Depdiknas malah nyuruh belajarnya sambil menyalakan komputer terus? Bukankah kalau dalam bentuk buku cetak, belajarnya bisa lebih praktis? Tidak mau dipusingkan dengan hal ini. Lalu BSE itu saya cetak ke printer. Cukup menyita waktu, membutuhkan kertas yang cukup banyak serta pemborosan tinta printer.Berhubung banyak gambarnya yang berwarna, demikian juga teksnya, maka hasilcetakannya tentu saja banyak yang tidak begitu terang. Akibatnya, ketika buku hasil cetakan itu saya fotokopi untuk membagikannya kepada teman-teman anak saya, hasil fotokopiannya juga jadi tidak begitu jelas. Pakai BSE, tujuannya mau menghemat, malah jadi lebih boros! Usul saya, buku pegangan siswa tersebut sebaiknya tetap dicetak saja. Entah itu oleh Balai Pustaka (masih ada tidak ya?) atau oleh penerbit lainnya (seperti yang sekarang, beri kebebasan penerbit manapun boleh mencetaknya). Kalau pun ada yang dalam format BSE – silakan sebagai alternatif lain. Namun, dalam pencetakannya, beri ketentuan standard pada setiap penerbit agar buku cetakannya itu, harus mirip dengan yang di BSE --baik jumlah halaman, gambar maupun nomor halamannya. Dan, kepada guru di sekolah, beri Surat Edaran agar melarang keras mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal langsung di buku cetak tersebut. Dengan demikian, maka praktek kong-kalikong jual beli buku oleh sekolah kepada penerbit tertentu bisa dihindari. Karena buku dengan judul yang sama untuk kelas yang sama bisa dibeli dari penerbit mana pun dan dimana pun yang gambar dan urutan nomor halamannya juga sama. Sehingga bila guru memberi tugas "Selesaikan PR English In Focus, halaman sekian", maka buku English In Focus dari penerbit mana pun, pada halaman sekian itu isinya juga sama. Jadi, tidak ada paksaan bagi siswa untuk membeli buku itu pada penerbit tertentu --yang sudah kerja sama dengan sekolah. Nah, tinggal pihak penerbit yang berkompetisi untuk mencetaknya dengan kualitas tertentu dan harga tertentu dengan tetap tidak mengurangi bobot dan isi dari buku cetak tersebut. ?Masyarakat bisa bebas memilih sesuai dengan selera dan kondisi keuangannya. Tanpa takut isinya beda dengan yang dipegang oleh guru atau temannya. Berikutnya, dengan adanya ketentuan resmi agar penyelesaian soal-soal tidak langsung di atas buku cetak tersebut maka buku cetak tersebut bisa diwariskan lagi kepada adik kelasnya. Dengan cara ini, secara tidak langsung kita sudah melakukan penghematan secara nasional yang nilainya bisa luar biasa! Sehingga uang yang tadinya akan digunakan untuk membeli buku yang sama bisa digunakan untuk membeli kebutuhan yang lain --yang tak kalah pentingnya. Dan dengan cara ini kita juga sudah menghemat kebutuhan kertas nasional sehingga menghemat penebangan hutan-hutan kita. Terima kasih.Mgs HendriJl Margonda Raya No 522 Depokadri_antarnusa@yahoo.com.sg08159956046(msh/msh)
916 dilihat