Surat Pembaca Indonesia

RS Eka Hospital Sangat Mengecewakan

Pendidikan & Pelayanan Kesehatan

Saya adalah pasien RS Eka Hospital yang berlokasi di perumahan BSD City, Serpong, Tangerang. Nomor pasien saya adalah 00-02-54-38. Hari Jumat (17/3/2011), saya ke RS Eka Hospital untuk mengobati sakit gigi. Istri saya telah menelepon RS Eka Hospital sejak pagi hari dan mendapat konfirmasi bahwa jadwal saya untuk bertemu dokter adalah pukul 19.00 WIB dan karena itu saya harus sudah tiba di RS Eka Hospital pukul 18.45 WIB. Pukul 18.45 WIB tepat saya tiba dan mendaftarkan diri, kemudian diberikan kertas nomor urut dan diminta menunggu di depan ruang 1212 (ruang praktek dokter). Saya pun mematuhinya dan menunggu di tempat yang ditentukan. Walaupun jadwal saya sebenarnya pukul 19.00 WIB, namun pasien sebelum saya baru keluar pukul 19.45 dan saat itu berarti sudah 1 jam saya menunggu di depan ruang 1212 tersebut. Anehnya, pasien selanjutnya yang dipanggil oleh suster adalah pasien yang datang setelah saya dan duduk di depan ruang 1212 tersebut selama 10 menit. Saya pun kemudian mempertanyakan hal tersebut kepada Suster. Saya menyampaikan bahwa appointment saya adalah pukul 19.00 WIB dan sesuai aturan dari pihak RS Eka Hospital saya sudah mendaftarkan diri pada pukul 18.45 WIB. Alangkah kagetnya saya ketika suster tersebut mengatakan, “Bapak seharusnya menyerahkan nomor urut ke dalam ruang dokter. Karena Bapak tidak menyerahkan jadi kita anggap belum datang”. Saya tidak bisa memahami alasan tersebut dan menyatakan bahwa tidak ada yang memberitahu saya bahwa nomor urut harus diserahkan ke dalam ruang dokter. Sebagai masyarakat awam, saya jelas merasa sungkan untuk masuk ke ruang dokter yang saya tahu saat itu sedang merawat pasien lain, hanya untuk menyerahkan nomor urut. Saya memang menyaksikan bahwa pasien yang datang sesudah saya diantar oleh seorang Suster, yang mana Suster tersebut kemudian membawa nomor urut pasien yang bersangkutan ke dalam ruang dokter. Sedangkan saya, tidak ada seorang suster pun yang mengantar dan membawakan nomor urut saya pada saat saya datang. Sementara tidak seorang pun di bagian pendaftaran yang memberi tahu bahwa nomor urut tersebut harus diserahkan ke ruang dokter dan bahwa pasien diperbolehkan memasuki ruang dokter saat dokternya sedang merawat pasien lain. Hal lain yang saya sampaikan kepada suster tersebut adalah pada saat pendaftaran nama dan data saya sudah dimasukkan ke dalam sistem komputer oleh bagian pendaftaran, jadi seharusnya suster tahu bahwa saya sudah datang tepat waktu seperti yang diminta oleh pihak RS Eka Hospital. Namun suster tersebut berkilah, “Komputer kita ngga nyambung pak, jadi data Bapak ngga ada di dalam (komputer yang dipergunakan oleh dokter yang ada di dalam ruangan)”. Sungguh alasan yang mengejutkan dan sangat tidak profesional. Mungkinkah RS yang sering mengiklankan dirinya untuk kecanggihan peralatan dan service yang baik ternyata komputernya tidak online? Bagaimana nasib para pasiennya kalau medical record atau data-data penting pasien yang ada di bagian lain (admission, radiology, pharmacy, dan lain-lain) ternyata tidak terhubung dengan komputer yang ada di ruang dokter yang dipergunakan oleh dokter yang bersangkutan saat mendiagnosa atau mengobati pasiennya? Tidakkah hal itu akan menimbulkan kemungkinan salah diagnosa dan salah pengobatan? Karena tidak mau memperpanjang masalah, saya kemudian memutuskan untuk membatalkan pengobatan saya, walaupun saya sudah menunggu selama 1 jam sambil menahan sakit gigi. Kemudian saya melaporkan kejadian tersebut ke bagian Customer Care dan setelahnya langsung menelepon RS lain untuk mendaftar. Namun dua RS yang saya telepon menyatakan bahwa dokternya sudah tidak bisa menerima pasien lagi malam itu karena sudah terlalu malam dan antrian masih cukup panjang. Jadi saya pun terpaksa menahan rasa sakit sampai keesokan hari. Ini adalah kedua kalinya saya merasa sangat kecewa dengan pelayanan RS Eka Hospital. Pertama kali kekecewaan saya timbul saat istri saya membawa pekerja rumah tangga kami berobat ke RS Eka Hospital beberapa bulan yang lalu. Dokter spesialis penyakit dalam yang menangani pekerja rumah tangga kami tersebut tampak sangat enggan melakukan pemeriksaan. Bahkan saat menempelkan stetoskop dan meminta pasiennya mengangkat baju untuk diperiksa bagian perutnya, sang dokter terkesan dan terlihat, mohon maaf, seperti merasa jijik dengan pasiennya. Istri saya sangat sedih melihat pekerja rumah tangga yang sudah berjasa banyak terhadap keluarga kami diperlakukan seperti itu, sehingga istri saya kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Customer Care RS Eka Hospital agar kejadian serupa tidak terjadi kepada orang lain. Saya yang mendengar kejadian tersebut kemudian menelepon RS Eka Hospital dan menyatakan kekecewaan kami. Apakah dokter di RS Eka Hospital sudah lupa dengan tugas utamanya sebagai seorang dokter? Apakah tidak ada lagi jiwa pengabdian sang dokter kepada masyarakatnya? Apakah hanya orang-orang kaya dan berpenampilan menarik yang diterima untuk berobat di RS Eka Hospital? Semua pertanyaan tersebut jelas tidak butuh jawaban karena dengan menggunakan hati nurani kita semua pasti menyadari bahwa pertanyaan tersebut bukan hanya tidak perlu dijawab, tapi bahkan tidak sepantasnya terlontar. Kalau pertanyaan-pertanyaan seperti itu sampai terlontar, berarti kondisi pelayanan publik di bidang kesehatan di negeri kita ini sungguh sangat memprihatinkan. Lalu bagaimanakah nasib rakyat kecil yang hanya bisa berobat di Puskesmas dan bukan di rumah sakit mahal seperti RS Eka Hospital? Saya dengan setulus hati berdoa semoga saudara-saudara saya tersebut mendapat pelayanan dan perlakuan yang manusiawi dan lebih baik dari dokter-dokter di Puskesmas dibandingkan dengan pelayanan dan perlakuan yang diterima oleh pekerja rumah tangga kami di RS Eka Hospital. Semoga dengan dimuatnya surat ini bisa memberikan masukan bagi semua pihak, khususnya Rumah Sakit dan seluruh karyawannya agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik bagi semua golongan masyarakat. Dengan mengedepankan profesionalisme dan semangat mengabdi kepada masyarakat, saya yakin seluruh masyarakat Indonesia akan meningkat kualitas kesehatannya. Dan masyarakat golongan menengah keatas tidak perlu berobat ke luar negeri dan memberi pemasukan kepada negara lain di saat negaranya sendiri tengah berjuang untuk menjadi lebih maju dan bisa menyamai negara-negara Asia Tenggara lainnya. Saya mohon maaf sekiranya surat ini terlalu panjang, namun penting bagi saya untuk menyampaikan semua fakta yang saya miliki. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melindungi negara kita yang tercinta ini. Amin. Salam, F. Bobby H.


733 dilihat