Pelayanan yang Merugikan Pasien
10 September 2008
Pendidikan & Pelayanan Kesehatan
Pelayanan RS Siti Amaliah Bumiayu amat sangat lambat, tidak profesional dan menyebalkan. Akibat pelayanannya saya harus kehilangan Ayah saya.Senin, 1 September 2008 sekitar pukul 23.00 WIB, Ayah saya terpaksa dilarikan ke IGD RSSA karena hipertensinya kambuh. Kondisi itu almarhum alami sejak pukul 08.00 WIB. Siang hari, sekitar pukul 11.30, karena Bapak masih merasa pusing dan tekanan darahnya tidak turun-turun, Ibu kemudian memanggil Dokter umum, dr. Imam Basori, untuk datang memeriksa. Hasilnya menunjukan tekanan darah bapak saat itu 220 - 110. Namun, hingga malam hari, meski sudah dua kali meminum obat, kondisi Bapak belum juga membaik.Akhirnya sekitar pukul 23.00, Bapak terpaksa dilarikan ke RSSA. Sesampainya di sana, Ibu saya segera meminta kepada petugas untuk memanggil Dokter jaga (yang ternyata tidak standby). Ternyata Dokter jaga disana adalah dr. Imam Basori, yang kebetulan sudah tahu kondisi Bapak dari pemeriksaan sebelumnya. Hasil pemeriksaan menunjukan, kondisi Bapak masih sama, tekanan darah masih 220-110.Semestinya, apabila kondisi pasien tidak juga membaik dan Dokter tidak mampu menangani, maka penanganannya diserahkan kepada Dokter ahli (Spesialis) di rumah sakit tersebut. Apakah prosedur standar itu tidak berlaku di RSSA? Obat yang diberikan pun seharusnya bukan sekedar Nifedipine dan obat penenang saja. Kontrol yang dilakukan oleh Dokter jaga pun semestinya harus lebih intensif.Dan ternyata, Dokter jaga yang wajib standby di RS itu tidak berjaga, malah langsung pulang setelah memeriksa pasien. Ini adalah kesalahan fatal RSSA. Kalau memang RS tidak mau atau tidak mampu menangani pasien secara intensif, mengapa tidak dirujuk ke RS yang lain saja?Sekitar pukul 04.00 (2 September 08), saat waktu sahur, Ibu saya yang saat itu sendirian menjaga Bapak di RS ingin menelepon ke rumah untuk memanggil adik saya. Karena saat itu adik sedang pulang ke rumah dan Ibu membutuhkan HP-nya untuk menelpon keluarga dekat dan kami yang saat itu sedang berada di luar kota, guna memberi kabar bahwa kesehatan Bapak semakin memburuk. Namun ternyata, sikap petugas di RS sangat jauh dari bijaksana. Ibu saya tidak diperbolehkan meminjam telepon dengan alasan harus seizin Dokter, sedangkan Dokter jaga pun tidak ada di RS.Memangnya seberapa mahal biaya telepon lokal sehingga harus dengan seizin Dokter? Hingga dua kali Ibu mencoba meminjam telepon, tapi jawaban yang diberikan tetap sama. Ibu kemudian keluar RS dan mencoba mencari telepon umum dengan menanyakan ke Satpam. Sayang, tidak ada telepon umum di sekitar RS.Dengan sangat terpaksa, Ibu pun harus rela pulang ke rumah dengan berjalan kaki menempuh jarak sekitar 1 Km lebih. Beruntung, Satpam mau membantu Ibu untuk menjagakan Bapak yang saat itu sudah dalam keadaan koma. Tidak seperti Perawat di RSSA yang tetap cuek. Bahkan dengan kondisi Bapak yang kritis itu pun perawat tidak juga mempunyai inisiatif untuk segera memanggil Dokter.Sekitar setengah jam kemudian, setelah shubuh, Ibu kembali ke RS bersama-sama dengan para tetangga dan keluarga dekat. Atas desakan Ibu dan keluarga, barulah perawat mau memanggil Dokter spesialis penyakit dalam RSSA. Namun sayang, langkah itu sudah sangat terlambat. Mungkin ini memang sudah takdir. Dan kamipun sudah mengikhlaskan kepulangan Bapak.Namun, kami masih sangat kecewa dengan perlakukan RSSA. Untuk para pasien, berhati-hatilah ketika berobat kesana. Kiranya cukup keluarga kami saja yang menjadi korban. Mudah-mudahan, ke depan RSSA bisa belajar dari kesalahan fatal ini. Jangan bermain-main dengan nyawa manusia. Agus Miftahuddin Jl H Abdul Goni 23 Kalisantri Bumiayu, Brebes
1960 dilihat