Surat Pembaca Indonesia

Sudah Kelebihan Bayar 2503 kWh, Listrik Tetap Diputus PLN

Pemerintah

Pada 6 Maret 2015 datang surat pemberitahuan pelaksanaan pembongkaran listrik oleh PLN dari PT Damayanti ke rumah orang tua saya yang sudah kosong sejak Januari 2013 karena tidak membayar listrik dari bulan Januari 2015—Maret 2015. Karena saya, anaknya, tinggal tidak jauh dari rumah tersebut, maka oleh tetangga diarahkan ke rumah untuk bertemu saya. Saya tidak mengetahui kalau tagihan 3 bulan tersebut tidak terbayar karena ayah saya selama ini rutin membayar meski tinggal di kota lain dan tidak ada pemberitahuan apa pun sebelumnya. Saat itu saya hanya berpikir untuk langsung ke ATM untuk membayar dan urusan selesai. Tapi yang mengejutkan, tagihan listrik yang tertera sebesar Rp620.313 untuk pembayaran Januari 2015—Maret 2015 dengan kondisi rumah kosong yang hanya menyalakan tiga buah lampu (1 carport, 1 ruang tamu, 1 dapur). Keinginan membayar langsung saya urungkan dan ingin mengetahui dahulu mengapa tagihan begitu besar dengan kondisi rumah kosong. Saya coba tanyakan ke petugas PT Damayanti yang datang berapa jumlah catatan meteran listrik yang tercatat di PLN, namun mereka tidak bisa memberi tahu dengan alasan alat yang dibawa sedang error. Kemudian petugas tersebut meminta uang Rp100.000 karena saya minta untuk tidak membongkar meteran listrik terlebih dahulu karena merasa ada keanehan, dan akhirnya saya menyerahkan Rp50.000 karena mereka terus memaksa dan tidak kunjung pergi. Keesokan hari saya menelepon ke nomor pengaduan PLN dengan nomor pengaduan 70CUBSG dan mengetahui bahwa kWh yang tercatat sebesar 47.738 kWh, sedangkan yang tertera di meteran rumah 44.778 kWh, jadi terdapat selisih kelebihan 2960 kWh. Tidak lama ada Bapak Apit dari dari PLN Lenteng Agung yang menelepon untuk menganggapi keluhan saya. Dari situ diperoleh informasi bahwa petugas pencatat meter sengaja menembak jumlah penggunaan listrik dengan alasan tidak bisa masuk ke rumah. Lalu disampaikan solusi bahwa saya harus tetap membayar tagihan listrik Januari 2015—Maret 2015 dahulu baru masalah ini bisa ditindaklanjuti untuk diselesaikan karena sesuai sistem. Karena saya tidak puas, saya telepon pengaduan PLN untuk kedua kalinya dengan nomor pengaduan AOCVYHC untuk mengetahui catatan kWh meter yang tertera di PLN pada Desember 2014 karena itu bulan itu terakhir dibayarkan oleh ayah saya. Pada Desember 2014 catatan di PLN sebesar 47.308 kWh. Kemudian, Bapak Ramli dari PLN Lenteng Agung juga menelpon saya, disitu saya menyampaikan tidak mau membayar tagihan Januari 2015—Maret 2015 karena selama ini sudah kelebihan bayar hingga lebih dari 2000 kWH, sehingga tagihan 3 bulan tersebut seharusnya tidak ada. Tanggal 16 Maret 2015, petugas PT Damayanti datang lagi dengan salah satu orang yang sama, dimana satu orang mengaku bernama Dedi. Saya sampaikan jika permasalahan ini masih dicoba diselesaikan karena ada kelebihan bayar dan saya juga sampaikan bahwa pihak PT Damayanti tidak berhak meminta uang ke konsumen. Namun, petugas yang mengaku bernama Dedi menyatakan wajar kalau petugas meminta uang karena tidak membawa meteran listrik yang dicabut. Pada hari yang sama saya datang ke PLN Lenteng Agung untuk bertemu Ibu Nurul (supervisor) untuk menyelesaikan masalah ini. Intinya tetap sama yakni saya harus membayar tagihan Januari 2015—Maret 2015 terlebih dahulu baru permasalahan ini dapat diselesaikan meskipun jelas-jelas saya kelebihan bayar hingga lebih dari 2000 kWh dengan alasan sudah sistem. Saya masih merasa tidak terima karena untuk apa saya ‘menabung’ lagi di PLN. Beberapa hari berikutnya petugas meter (Pak Dwi) datang untuk melihat meteran rumah secara langsung. Setelah itu saya terus kontak dengan pak Apit, bu Nurul, dan pak Dwi untuk minta bertemu dengan pimpinan beliau (Manager) namun tidak pernah diberi kesempatan. Yang membuat aneh adalah saya harus tawar-menawar dengan pak Dwi dan pak Apit terkait pembayaran ‘hutang’ saya, karena mereka mau menombok kekurangan pembayaran tersebut. Saya dengan tegas menjelaskan bahwa saya tidak berhutang kepada PLN dengan bukti kelebihan bayar sebanyak itu dan bersikeras untuk bertemu manager. Pak Apit berjanji untuk mempertemukan saya dengan manager dengan membuatkan janji lewat sekretarisnya. Namun, sampai saat ini tidak ada kabar lagi. Lantas, tanggal 21 April 2015 tiba-tida tanpa pemberitahuan sebelumnya PLN menyabut meteran listrik di rumah orang tua saya. Saya mengetahui itu beberapa hari kemudian karena memang tidak setiap hari mengecek rumah kosong tersebut. Jelas saya tidak terima dengan pencabutan ini karena saya (ayah saya) tidak berhutang ke PLN, malah memiliki tabungan meteran listrik yang sudah terbayar namun belum digunakan. Sebagai informasi, meteran listrik pada 7 Maret 2015 sebesar 44.778 kWh, tanggal 31 Maret 2015 sebesar 44.792 kWh (bukti foto). Jadi perkiraan satu bulan pemakaian listrik di rumah orang tua saya di bawah 40 kWh, yakni 14 kWh saja. Foto yang saya ambil tanggal 25 April 2015 tercatat meteran 44.805 kWh (meteran terakhir pada hari pencabutan 21 April 2105). Jumlah tersebut masih jauh di bawah daya yang telah ayah saya bayar pada Desember 2014 yakni 47.308 kWh, dengan selisih kelebihan 2503 kWh terbayar. Dengan fakta yang ada, apakah saya merugikan/berhutang kepada PLN dengan kelebihan bayar 2503 kWh sampai meteran listrik harus diputus? Berkali-kali saya mendapatkan jawaban kalau itu sudah sistem jadi saya harus ‘menabung’ lagi di PLN baru masalah diselesaikan. Apakah ini bentuk pelayanan publik yang semestinya dengan kesalahan jelas di pihak PLN? Kesalahan PLN yang dilimpahkan ke konsumen, dan saya (ayah saya) rugi dua kali: kelebihan bayar dan meteran dicabut. Kalau kemarin ayah saya terus membayar listrik, mungkin kelebihan bayar ini masih terus berlanjut hingga beberapa tahun ke depan. Mohon PLN Pusat menanggapi hal ini, karena sepertinya PLN cabang Leteng Agung tidak mampu mengurusi hal kecil macam ini.


1498 dilihat