Surat Pembaca Indonesia

Hati-Hati Terjepit Pintu Busway (Trans Jakarta) !!!

Pemerintah

Saya adalah salah seorang penumpang Busway (Trans Jakarta) Pada hari Sabtu tanggal 22 Juni 2013 saya akan pulang ke Yogyakarta, dan menggunakan Bus Trans Jakarta rencana turun di Monas dan jalan kaki menuju Stasiun Gambir. Sekitar pukul 13.00 kurang saya sudah berada di Halte Busway Mangga Besar, meskipun kereta saya berangkat pukul 21.00, karena menurut informasi jalan akan ditutup pada pukul 15.00 bertepatan dengan Perayaan Ulang Tahun Jakarta. Awalnya saya tidak mengetahui bahwa Trans Jakarta pada hari itu (Tanggal 22 Juni 2013) di gratiskan, sehingga cukup ramai. Pada saat menunggu ini saya dan beberapa penumpang lainnya sangat kecewa, dikarenakan Bus jurusan Blok M (arah Monas) telah beberapa kali lewat namun beberapa diantaranya tidak berhenti, dan ketika ada satu dua berhenti dalam keadaan penuh atau sisa untuk 2-4 penumpang. Seingat saya sudah sekitar 4-5 kali Bus yang mau berhenti dan memuat penumpang, akhirnya saya berada di barisan terdepan antrian di Halte tersebut, dan Bus yang kami tunggu pun datang sekitar pukul 13.30, pintu dibuka dan kondektur mengatakan bahwa masih ada sisa 3 tempat, akhirnya saya masuk, sementara 2 orang samping saya yang berpostur lebih pendek dari saya masuk dengan menggapai penumpang lain, dan karena postur saya yang tinggi saya berusaha meraih peganggan busway menggunakan tangan kiri, sementara tangan kanan saya berpegangan pada dinding atas kusen pintu busway (bukan pintunya), dengan posisi membelakangi pintu busway, pada saat tangan kiri saya sudah meraih pegangan, saya reflek melepas tangan kanan saya, tiba-tiba pintu tertutup tanpa ada aba-aba apapun dan menggencet jari tangan kanan saya, sontak saya langsung lebih cepat menarik tangan saya dan berteriak. Hal ini menyebabkan luka sobek pada jari kelingking, manis, dan tengah, dan jari manis saya mengalami luka terparah sobek hingga terlihat tulang jari nya. Padahal posisi saya pada saat itu baru saja masuk dengan posisi masih membelakangi pintu Busway. Barangkali akan berakibat lebih parah apabila saya tidak lebih cepat menarik jari tangan kanan saya. Kejadian berlangsung begitu cepat dan tidak ada tindakan yang memuaskan dari kondektur busway tersebut, simpati justru datang dari para penumpang lain, si kondektur malah kebingungan, saya pun semakin panik sambil menahan sakit, kemudian saya ditanya apakah membawa tisu kemudian saya mengeluarkan tisu untuk terus mengelap darah yang terus menetes, saya disarankan untuk mencari bantuan diluar, pikiran saya keluar busway untuk meminta bantuan di halte. Akhirnya saya menuruti saran kondektur untuk keluar mencari bantuan, lalu saya keluar di Halte Sawah Besar karena sepi dan kebetulan sedang ada Bus Trans Jakarta yang berhenti dalam keadaan sepi mau ke arah Mangga Besar, pikiran saya mungkin di Halte Mangga Besar saya akan mendapat pertolongan dari Petugas, atau jika kemungkinan terburuk saya tidak mendapat pertolongan saya dapat mendekat ke kantor cabang jakarta tempat saya bekerja, di Jl. Gajah Mada. Pada saat masuk Bus dari Sawah Besar menuju Mangga Besar, sambil menahan sakit dan terus menggunakan tisu untuk mengelap darah, saya menceritakan kondisi saya kepada kondektur dan meminta pertolongan untuk segera dilakukan tindakan, namun petugas tersebut juga kebingungan dan menayakan nama petugas dan nomor bus dimana saya mengalami kecelakaan. Saya dalam keadaan panik, tidak terpikir untuk mencatat nama petugas bahkan nomor bus, dia mengatakan seharusnya saya mencatatnya, dalam keadaan kesakitan saya tekankan kepada petugas tersebut bahwa saya hanya ingin mendapat pertolongan segera. Pembicaraan saya dengan kondektur busway tersebut selesai, setalah bus sampai di halte Mangga Besar. Sesampainya di Halte Mangga Besar saya melaporkan kondisi saya kepada petugas jaga di Loket, melihat kondisi saya petugas tersebut juga kebingungan, saya pun kembali ditanya pertanyaan yang sama siapa nama petugas ataupun nomor bus dimana saya mengalami kecelakaan, saya katakan saya tidak mencatatnya karena panik dan menahan sakit, saya hanya bisa menjelaskan Bus yang lewat sekitar pukul 13.30 (Bukan Bus Gandeng). Petugas tersebut mengatakan sulit untuk mencari petugas yang bersalah apabila saya tidak mencatanya karena atasan yang berbeda, dan alasan lainnya saya masih terus harus menanggapi pembicaraan mengenai petugas ataupun nomor bus, dalam perdebatan tersebut dan sambil terus menahan sakit saya menekankan pada dia saat ini saya hanya butuh pertolongan segera, karena luka yang lebar, tisu ukuran sedang yang kebetulan saya bawa yang isinya tinggal separuh, telah habis untuk mengelap darah saya yang masih mengalir. Dikarenakan tidak ada obat disana, akhirnya petugas tersebut terlihat beberapa kali sibuk menelpon, dan setelah selesai saya diminta untuk ikut dia ke halte lain dengan menggunakan busway, dan mengantri di halte dengan penumpang lain yang antriannya ramai, dikarenakan obat P3K ada disana, dan menurut dia saya akan diberikan B***dine (merk obat tetes antiseptic), mendengar hal tersebut saya tentu saja kecewa, tidak mungkin luka parah seperti ini hanya diberi obat tersebut saja, apalagi harus menuju ketempat obat tersebut dengan mengantri kembali menggunakan busway. Akhirnya saya langsung teringat kantor cabang jakarta tempat saya bekerja, dan langsung menelpon untuk meminta bantuan. Setelah beberapa lama menunggu akhirnya rekan saya datang, sekitar pukul 14.15 saya pamit kepada petugas tersebut dan mengatakan saya akan kembali untuk mengurus hal ini, kemudian saya diantarkan ke Dokter terdekat, pada saat itu juga luka-luka saya dijahit, dan saya disuntik tetanus. Setelah proses perawatan kondisi saya tidak memungkinkan untuk kembali ke Yogyakarta menggunakan kereta, ataupun jika harus tinggal di Jakarta untuk menyelesaikan masalah ini dengan pihak Trans Jakarta. Akhirnya kantor pusat saya di Yogyakarta mencarikan tiket Pesawat ke Yogyakarta, dan tiket Kereta Api pun hangus. Saya berencana mengurus kejadian ini dengan Trans Jakarta kemudian setelah kondisi saya membaik. Singkat cerita, 1 minggu saya lepas jahitan, dan 2 minggu saya sudah lepas perban luka tersebut, namun yang membuat saya sangat kecewa adalah kecelakaan ini menyebabkan jari manis saya mati rasa sampai saat ini, dan menurut informasi dokter luka saya ini menyebabkan saraf-saraf di jari saya juga turut sobek, dan kemungkinan untuk sembuh sulit, meskipun masih bisa digerakan. Saya sangat kecewa apabila luka ini menyebabkan cacat pada jari saya, sampai saat ini saya masih terus menjalani pengobatan. Selain mengalami kerugian fisik, materiil, yang paling memberatkan saya adalah psikis, saya saat ini masih berharap jari saya kembali normal. Saya telah menelpon Call Center Bus Trans Jakarta, dan ditanggapi oleh Bp. Mansur, saya diminta membeberkan kronologis kejadian, dan yang sangat membuat saya kecewa adalah menurut informasinya dalam keadaan kecelakaan seperti itu sudah ada prosedur seharusnya petugas melakukan tindakan tanggap untuk pertolongan, dan mencatat kejadian dan membuat surat laporan untuk segera diusut pada hari itu juga, apabila tidak maka akan sulit mengusutnya, padahal hari itu saya sudah melaporkan ke petugas jaga, dan sama sekali saya tidak ditawari membuat surat aduan. Apabila saya tahu tentu saja saya akan memintanya, saya sangat kecewa apabila dalam hal ini petugas sengaja mengabaikan dengan tidak membuat laporan. Saya sempat ditanya apakah saya menelpon dalam rangka akan melakukan klaim masalah penggantian biaya perawatan, jika ya pihak Trans Jakarta tidak bisa memberikan, karena setiap tiket penumpang telah diasuransikan di Jasa Raharja. Saya sangat kecewa dan agak tersinggung, saya tidak terlalu mempermasalahkan biaya jika memang saya bisa sembuh normal kembali meskipun dengan biaya sendiri, bagi saya itu yang terpenting. Tapi tentu saja pihak Trans Jakarta tidak bisa mengabaikan tanggung jawabnya terhadap korban. Untuk klaim bagi saya yang paling utama adalah bagaimana mereka memperbaiki sistem. Karena saya mencoba mencari tahu kasus kecelakaan seperti yang saya alami melalui media internet, dan yang sangat miris adalah kasus seperti saya ini (terjepit pintu) ternyata cukup sering terjadi, seolah tidak ada pembelajaran dari pengelola Trans Jakarta. Mohon kasus saya dapat dijadikan contoh, dan saya harap tidak ada lagi korban-korban seperti saya dan seperti yang penumpang lain alami. Mengingat cukup seringnya kasus terjepit pintu, mohon kepada Pengelola Bus Trans Jakarta supaya prosedur penutupan pintu dapat dikaji ulang keamanannya. Seperti pada saat penumpang naik diberlakukan kode dari kondektur kepada sopir sebelum pintu ditutup, atau kontrol penutup pintu dilakukan oleh kondektur pintu terdekat tersebut, jika masih sering terjadi mohon dipasang cctv saja agar korban seperti saya yang tidak sempat mencatat petugas dapat terbantu, dan tidak menjadi alasan sulit mengusut kasus seperti ini, serta menjadi ruang bagi petugas yang tidak tertib untuk menghindari kesalahan. Sebelumnya saya pernah menggunakan Bus Trans Jakarta, dan oknum petugas kondektur tersebut justru sibuk memaikan handphone nya, tentu saja saya tidak mengatakan semua petugas seperti itu, namun sikap petugas yang seperti ini tentu harus menjadi perhatian pengelola Trans Jakarta. Mohon juga untuk ditegaskan kembali mengenai prosedur pertolongan oleh para petugas untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, dan yang tidak kalah penting adalah seharusnya setiap titik halte tersedia kotak P3K. Saya sangat kecewa terhadap tanggapan dan penanganan kecelakaan yang saya alami. Terus terang untuk mengusut kasus ini saya kesulitan dikarenakan masih dalam proses penyembuhan dan domisili saya dari Yogyakarta. Saya bukan orang Jakarta, namun saya sangat kecewa dan miris melihat penanganan Transportasi umum di Jakarta ini, jangan sampai para penumpang enggan menggunakan Trans Jakarta jika tidak aman dan pelayanannya buruk. Terimakasih. Buat agan-agan hati-hati kalau mau naik Trans Jakarta Spoiler for Gambar Tangan AneSpoiler for Gambar Tangan Ane Dijahit


1024 dilihat