Surat Pembaca Indonesia

Hati-hati Surat Tilang Palsu di Daerah Puncak dan Sekitarnya

Pemerintah

Jakarta - Hari Minggu, 17 Mei 2009 Saya dan adik saya pergi ke Cibodas dengan maksud membeli pohon kaktus yang kebetulan menjadi koleksi untuk keluarga. Saya menggunakan sepeda motor. Di pertigaan ke arah Kebun Raya Cibodas saya belok kanan dan melalui jalan yang menanjak. Tepat di pertigaan itu ada Pos Polisi. Saat itu jam 13:50. Saya belum jauh dari pertigaan tersebut. Seorang petugas polisi Lalu lintas (berkulit putih, gemuk, dengan muka bulat dan tinggi sekitar 175 cm) menyusul saya dan menyuruh saya berhenti. Seketika saya pun berhenti dengan penuh tanya apakah saya melakukan kesalahan. Setahu saya semua perlengkapan kendaraan saya memenuhipersyaratan.Polisi itu menanyakan surat-surat kendaraan saya dari mulai STNK dan SIM. Kemudian polisi itu menyocokkan SIM dan STNK saya dengan teliti (ini lucu, masa nama SIM dan STNK harus sesuai) dan kebetulan motor ini punya saya pribadi jadi memang datanya sama dengan di SIM saya.Kemudian petugas ini tiba-tiba membentak dan mengatakan bahwa knalpot motor saya tidak standar. Saya disuruh ke pos di bawah untuk menyelesaikan masalahnya. Karena semua surat-surat saya dibawa olehnya maka saya pun menurut mengikuti ke pos di pertigaan bawah. Sesampainya di sana polisi itu langsung menulis di surat tilang semua data saya dan dengan membentak dia bertanya-tanya pendidikan dan umur saya. Saya pun merasa risih. Saya seperti menghadapi preman di pasar yang tidak bisa berbicara dengan ramah. Padahal saya bukan maling. Kemudian polisi ini (saya tidak bisa melihat namanya karena terhalang oleh rompi kuningnya dan anehnya di rompi itu tidak ada stiker polisi dan nama petugasnya) menyuruh saya untuk tanda tangan di surat tilang tersebut. Tetapi, sebelum tanda tangan saya ingin melihat dan membaca surat tilang tersebut. Anehnya lagi polisi ini membentak saya dengan keras sambil menahan surat tilang yang ingin saya ambil. Dia bilang "kamu tanda tangan dulu baru baca!" dan saya bilang, "Pak, di mana-mana surat itu dibaca dulu baru tanda tangan". Tapi, petugas ini tetap ngotot sambil menakut-nakuti saya dengan sidang di pengadilan. Akhirnya saya berhasil melihat surat tilang tersebut dan saya terkejut karena surat tilang itu ternyata palsu.? Tidak ada 'copy carbon' dengan warna biru dan putih yang selayaknya ada pada surat tilang. Surat itu jelas sekali difotokopi dengan kertas warna merah dan tanda stempel-nya pun difotokopi. Melihat kejadian ini saya tertawa dalam hati. Mereka pikir saya tidak tahu. Dan anehnya kenapa STNK saya yang disita dan bukan SIM saya. Ketika saya menanyakan kenapa petugas ini kembali membentak. "Terserah petugas yang menilang, Mas!" Ini lucu sekali. Masa saya harus pulang tanpa membawa STNK dan surat tilang yang palsu. Kemudian saya berpura-pura menanyakan kalau saya tidak mau sidang dan bayar denda bagaimana? Mereka bilang saya bisa bayar di BRI Cianjur dan jaraknya satu jam dari sini dan tidak bisa transfer via ATM hanya bisa setor tunai (ini lucu lagi, padahal saat itu hari Minggu, mana ada bank yang buka). Dan, ketika saya tanya berapa dendanya petugas ini langsung menyahut antusias, "seratus dua puluh lima ribu!" Ketika saya menanyakan mana pasal yang mengatur dendanya mereka cuma diam sambil melotot.Singkatnya saya malas untuk berlama-lama karena saya tidak punya banyak waktu. Saya tahu keinginan mereka cuma uang. Saya bermaksud membawa surat tilang ini ke Polsek guna memastikan apakah sah atau tidak. Tetapi, ternyata saya dihalangi. Seakan saya tidak boleh keluar dari pos itu. Akhirnya saya memutar otak dengan alasan saya mencari ATM guna mengambil uang tunai dan membayar denda yang dimaksud kepada petugas.Dan ternyata petugas yang satu lagi (berparas seperti Arab, bermata celong, dan berkulit hitam dengan tinggi 170-an) menghamipiri saya dan berkata, "kamu punya berapa sini saya bantu!" Akhirnya karena saya tidak punya receh lagi maka saya berikan petugas itu uang 50 Ribu. STNK saya pun kembali dan surat tilang itu diambillagi oleh polisi itu.Dengan surat pembaca ini saya mengimbau kepada para pengguna kendaraan khususnya para bikers yang melintas di daerah Puncak dan sekitarnya. Kiranya dapat berhati-hati dengan modus penilangan aparat seperti ini. Kepada pihak kepolisian saya berharap agar modus-modus seperti ini diusut. Jangan sampai masyarakat resah kepada aparat penegak hukum. Kita sudah berupaya untuk mematuhi peraturan dan tata tertib lalu lintas. Jangan mencari-cari kesalahan hanya untuk mendapatkan uang tambahan. Percuma dengan slogan polisi 'abdi masyarakat' jika memang citra polisi tercemar dengan kelakuan petugas seperti ini.Arfan Rahmanarvantdelacosta@yahoo.com(msh/msh)


1340 dilihat