Surat Pembaca Indonesia

Motor Dijalur Busway dan Pesepeda Tidak Punya Hak di Jalan Raya

Pemerintah

Jumat pagi tanggal 4 Desember 2009 , pulang dari acara Peresmian Parkir Sepeda di Menegpora bersama Pak Menteri , saya langsung ambil arah pulang dulu kerumah sebelum berangkat lagi kekantor di daerah Cibubur. Saya masuk kearah Jalan Gatot Soebroto (bersama beberapa rekan B2W). Setelah Indomobil cawang ambil kiri turun ke Jalan Otista, pertigaan lampu merah pertama belok kanan (Jalan Cawang Baru), keluar Halim/by pass masuk arah Jalan Kalimalang.Setelah turunan arah Otista saya memberi tanda pakai tangan kanan karena mau belok kanan, dan 100 meter didepan pertigaan lampu merah. Lampu traffic itu ada 2 buah, 1 buah. Menyala hijau untuk yang mau lurus arah Kampung Melayu, satu lagu menyala merah bagi yang mau kekanan.Disebelah kanan lagi ada jalur busway ( sudah aktif). Bis Trans Jakarta akan berhenti di lampu trafic itu jika lampu hijau arah kanan menyala, begitupun dari arah sebaliknya. Lampu hijau menyala arah kanan, saya melaju didahului 2 mobil dan 1 motor, begitu posisi sepeda sudah siap belok tiba motor merah nyelonong, dan nyaris nyerempet. Dan beberapa motor yang mau kekanan juga sudah mau menabrak dan ada juga yg sudah nempel ban depannya ke motor merah tersebut.Beberapa pengendara meneriaki motor merah tersebut dan saya menendang bagian besi, bagian belakang jok motor merah dan sambil kemudia maju, 2 meter kemudian saya melihat kebelakang. Tiba-tiba motor merah itu ikut belok kanan ( padahal dia mau lurus tadinya) dan mencoba mengejar saya. Dan melihat muka pengendara motor merah itu emosi, mau mengejar dan seperti mau menabrak saya dari belakang. Reflek, saya berhenti lalu mengangkat sepeda saya, lalu saya lempar arah pengendara itu. Dia makin emosi.Singkat kata saya berkelahi ditengah-tengah pertigaan itu. Ditengah keributan pengendara motor itu coba mengeluarkan sesuatu dari balik pinggang ( entah pisau atau obeng). Tapi batal karena ada petugas yang datang (itu pun dia tidak melihat dan setelah orang teriak-teriak baru datang).Kemudian saya ambil sepeda saya dan berjalan kepinggir, didampingi petugas saya menjelaskan kejadiannya. Belum selesai cerita petugas itu sudah memotong ucapan saya dengan ucapan “ Saya disini bukan cari benar atau salah, kalo cari benar salah dipengadilan saja.” Pengendara motor itu datang, sudah buka helm, berdiri didepan saya dan dikanan saya petugas itu. Saat itu saya bilang , “Pak, harusnya kalo lampu hijau kekanan menyala harusnya yg dijalur busway berhenti kan pak? Bis Transjakarta saja berhenti."Pengendara motor itu bilang dia disuruh petugas dari arah Dewi Sartika boleh masuk jalur busway ( hal yang saya maklumi kalau situasi jalan padat dan macet, tapi yang kearah Kampung Melayu pagi itu tidak). Belum selesai saya melanjutkan penjelasan ke petugas tersebut, pengendara motor itu memukul saya menggunakan helm motornya. Sepersekian detik saya menunggu reaksi dari petugas itu. Tidak ada! Minimal memarahi pengendara tersebut karena tidak menghormati dia saat dia sedang berbicara dengan saya.Sedetik kemudian reaksi saya adalah, jika saya tidak menghormati petugas ini, saya bisa menyelesaikan hari itu dengan luka parah di si pengendara motor itu! Tapi tidak saya lakukan karena rasa hormat tadi. Selanjutnya adalah petugas itu “menceramahi” saya dengan nada tinggi ucapan ulangan.. “Ini kejadian biasa, tak usah pakai mukul. Saya saja pernah nabrak orang sampe patah kaki aja ga sampe ribut, malah ada yang sampe mati aja ga ribut, ini kan bisa di bicarakan.”.Hal pengendara motor itu masuk jalur busway dan nerobos lampu merah dibiarkan. Saya yang sudah mengikuti aturan tidak didengarkan? Sampai saya bilang ada UU loh pak yang melindungi pejalan kaki dan pesepeda, si petugas malah teriak, “ Gak ada itu UU APA?” ( tak lama kemudia rompi dia ditutup rapat untuk menutupi name tag dia, yang sudah saya tahu namanya).Akhirnya saya minta maaf, tapi pengendara itu minta ganti rugi karena dia bilang motornya rusak ( waktu jatuhdari motor saat berkelahi ujung handle koplingnya patah). Saya menolak mengganti dan kembali petugas itu menggurui saya dengan kata-kata tadi diatas.Dengan kata lain saya dipojokkan harus membayar. Akhirnya sang polantas bilang kalau tak bisa damai, dipanjangkan saja urusannya. Siap! kata saya, pengendara motor malah menantang sampai urusan kriminal juga oke katanya. Si petugas bilang, “ jika ini dilanjutkan maka akan ke bagian LAKA LANTAS, Jaktim” ,tapi langsung disambung kata-kata,” Masa laka lantas ngurus urusan beginian? Yang bener aja kamu! Padahal dia bisa suruh saya dan pengendara motor itu ,masing-masing pergi, dan bilang jangan ribut disini.Petugas tetap menyuruh saya ganti kerusakan dan saya tetap menolak. Dia menakut nakuti kalau ini akan terus sampai pengadilan, bakalan susah, disana yang akan memutuskan siapa yg benar dan siapa yang salah. Saya bilang saya siap, tak apa-apa. Tapi petugas itu kembali (merayu) bilang diselesaikan disini dan saya mesti membayar kerusakan motor itu.Apakah si petugas takut kalau saya lanjutkan masalah ini karena, UU jalur busway, dan pengendara motor yg tidak ( seharusnya) masuk jalur tsb, dan tidak mengikuti aturan dijalur busway tersebut? Dan menyalahkan saya atas jalur busway yang jadi jalan bebas untuk hambatan bagi motor? Atau saya yang salah, karena menggunakan sepeda di jalan raya dan mengikuti aturan lalu lintas.Dan petugas itu tidak tahu atau tak mau tahu kalau ada UU UULAJ No 22/2009 pasal 284 itu mengenai hak pejalan kaki dan pesepeda.Semoga ini jadi pelajaran bagi pesepeda B2W lainnya, terus berhati-hati dijalan. Karena ketidakadilan masih ada. Saya mungkin beruntung masih bisa melawan, tapi jika pesepedanya seorang wanita atau yang lebih lemah? Salam gowes, dan tetap semangat! Denno. dhanny rianto jln. bintara jaya I no.1 bintara jaya bekasi barat


1062 dilihat