Tanggapan "Pertambangan Berdampak Besar, Ratusan Aktifitas Tak Terpantau"
09 July 2009
Lain-Lain
Menanggapi berita di halaman muka Kompas hari Senin tanggal 6 Juli 2009 tentang "Pertambangan Berdampak Besar, Ratusan Aktifitas Tak Terpantau", kami pada dasarnya bersyukur bahwa pers masih memberikan perhatian atas kegiatan pertambangan di negeri kita yang tidak mematuhi kaidah-kaidah usaha yang baik, mengancam keselamatan pekerja dan masyarakat sekitar, merusak lingkungan dan tidak mendukung pembangunan yang berkelanjutan.Di samping itu, ada beberapa hal dalam artikel tersebut yang kami pikir, melalui diskusi internal komunitas kami (Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia/ MGEI, salah satu Komisi dalam Ikatan Ahli Geologi Indonesia/ IAGI), perlu diluruskan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi pertambangan sebagai berikut:1. Kerusakan akibat tidak adanya kegiatan rehabilitasi perlu dijelaskan dengan lebih rinci apakah dilakukan oleh pengusahaan resmi (berijin) atau kegiatan liar tanpa ijin. Pemerintah lewat Direktorat Teknik Mineral dan Batubara DESDM tentu memiliki fungsi pengawasan dan pembinaan bagi pelaku usaha yang resmi sehingga kegiatan rehabilitasi dilakukan pada waktunya sesuai peruntukan di masa depan. Intinya, masih banyak pengusahaan pertambangan resmi yang melakukan kegiatan usahanya dengan baik dan mematuhi peraturan-peraturan Pemerintah yang berlaku.2. Pengertian bijih (ore), limbah (waste) dan produk. Bahwa betul kadar emas misalnya, itu sangat kecil dibanding batuan penutup (overburden) yang harus digali dan mineral pengotor dalam bijih yg terbuang pada saat pemrosesan. Batuan penutup umumnya dikumpulkan dalam tempat tersendiri, bahan yang tidak ekonomis dalam pemrosesan dikumpulkan menurut besarnya (kasar, halus dan cairan). Praktek pertambangan yang baik mensyaratkan pengelolaan material ini dengan benar sehingga dampak lingkungan menjadi sangat kecil. Tentu saja kita tidak dapat mengharapkan hal seperti ini berlangsung pada kegiatan pertambangan liar.3. Disebutkan dalam artikel tersebut bahwa kegiatan penggalian menyebabkan sistem hidrologis terpotong dan permukaan tanah berlubang-lubang berkedalaman hingga ribuan meter. Sebagai informasi, hingga saat ini tambang permukaan (terbuka) terdalam di dunia (1,2 km) adalah Bingham Canyon di Utah, Amerika dan tidak ada tambang terbuka di Indonesia yang dalamnya mencapai 1 km. Jadi pernyataan bahwa kegiatan pertambangan menyebabkan tanah berlubang-lubang hingga ribuan meter dalamnya adalah tidak berdasarkan fakta.4. Secara umum artikel tersebut hanya mengulas hal-hal (dampak) negative dari usaha pertambangan. Padahal di sisi lain pengusahaan pertambangan (baca: resmi) tentunya membawa dampak positip seperti pendapatan negara, penciptaan lapangan kerja, serta efek-efek ekonomi yang lain. Informasi rinci mengenai hal ini tentunya dengan mudah dapat diakses baik secara resmi dari pemerintah maupun dari sumber lain (asosiasi profesi misalnya). Pada akhirnya kami sepakat bahwa kegiatan pertambangan perlu dikelola agar dampak lingkungan dapat diminimalisir dan memberikan manfaat bagi lebih banyak orang, terutama di lingkungan sekitar tambang. Selain peran Pemerintah lewat peraturan dan penegakan hukum yang konsisten melalui aparaturnya yang kompeten, masyarakat tentu harus juga diberikan kesadaran dan pengetahuan yang benar dan berimbang. Noel Pranoto/ Sukmandaru Prihatmoko Gedung Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Jl. Prof. Dr. Soepomo, SH, No.10 Jakarta
920 dilihat