BNI Palembang Merugikan Saya Untuk Kepentingan Mereka
08 April 2021
Finansial
Saya, Esther Cuaca Wijaya, nasabah BNI Emerald di Palembang, sangat dirugikan oleh tindak tanduk dan perilaku BNI Palembang. Dimana bukan saja mereka melanggar Perjanjian yang sudah disepakati/ditanda tangani bersama, mereka juga mengabaikan surat-surat yang pernah mereka terbitkan hanya demi kepentingan BNI. Pada tanggal 26 Maret 2010, saya dan suami melakukan pengikatan perjanjian kredit griya no. LBK/GRIYA2010147 senilai Rp 12.800.000.000 (dua belas miliar delapan ratus juta rupiah) selama 10 tahun di BNI SKK cabang pembantu Ampera Palembang untuk pembiayaan pembelian rumah dan tanah( beberapa sertifikat hak milik/SHM dalam satu hamparan) sebesar 14.000 M2. Namun tanpa persetujuan saya, beberapa SHM sebesar 8.500 M2 yang seharusnya atas nama saya ternyata dirubah menjadi atas nama lain (keluarga besar). Saya pernah menyurati BNI untuk memindah-tangankan hutang dan tanggung-jawab, mengingat sebagian tanah sudah diganti nama dan juga karena pajak menanyakan kewajiban atas aset tsb. Namun jawaban BNI adalah melalui surat no. PLL/1/13091/R tanggal 23 Desember 2015 bahwa: 1. Pemberian kredit atas dasar permohonan saya dan diproses berdasarkan Repayment Capacity saya. 2. Fasilitas kredit merupakan fasilitas kredit perorangan atas nama saya. Atas dasar jawaban BNI tersebut, saya merasa sangat dirugikan, karena saya harus bertanggung jawab atas seluruh hutang, tetapi sebagian besar tanah bukan nama saya. Saya harus melapor ke pajak atas seluruh aset tersebut walaupun faktanya tidak demikian. Saya mencoba mencari keadilan atas tanah-tanah yang bukan atas nama saya seluas 8.500 M2 melalui Kejaksaan Negri Palembang, Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan sampai ke tingkat Mahkamah Agung Jakarta. Keputusannya sangat memberatkan saya yaitu hutang seluruhnya tetap atas nama saya, tanggung jawab baik perpajakan dan lain-lain seluruhnya atas nama saya, tetapi tanah seluas 8.500 M2 atas nama keluarga saya, walaupun tidak pernah ada perubahan didalam perjanjian. Sehubungan dengan berakhirnya kredit pada tanggal 25 Maret 2020, dan dikarenakan kondisi lockdown akibat wabah covid 19 ditempat saya berada, saya mengutus kuasa hukum saya untuk mengambil sertifikat atas nama saya dan menyelesaikan dengan BNI. Namun jawaban BNI sangat tidak konsisten dan selalu berdalih. Sehingga saya melalui kuasa hukum saya menayangkan somasi ke BNI. Tanggapan somasi dari BNI sangat memberatkan saya dan tidak memberikan penyelesaian. Sehingga saya melaporkan BNI ke Polda Sumsel. Atas dasar pelaporan tersebut, terjadilah kesepakatan perdamaian yaitu: saya harus menyelesaikan sisa angsuran bulan terakhir dan biaya lainnya, dan BNI akan menyerahkan sertifikat yang hanya atas nama saya sebesar 5.500 M2 pada tanggal 23 Desember 2020 di Polda Sumsel. Namun pada waktu yang ditentukan, tidak ada pihak BNI yang hadir di Polda sehingga tidak ada penyelesaian. Atas dasar itikad baik, tim kuasa hukum saya datang ke BNI SKK Palembang untuk melakukan penyetoran. Tetapi BNI menolak! Bahkan BNI berbalik menekan kami untuk mencabut laporan polisi terlebih dahulu dan menerbitkan SP2H sebelum melakukan hal-hal lainnya. Sebagai informasi tambahan, 1 April 2020, saya melalui kuasa hukum melaporkan perihal penahanan jaminan kredit oleh BNI ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan) Regional 7 Palembang. Tanggapan dari OJK tgl 8 April 2020 No. S-99/KR.0701/2020 selain menolak laporan kami, juga memberikan informasi yang sangat mengejutkan yaitu ada hutang lain sebesar Rp 49.500.000.000 ( empat puluh sembilan milyar lima ratus juta rupiah) yang menggunakan koleteral atas nama saya dan suami sebanyak 56 SHM. Kami tidak pernah ketahui, setujui apalagi kami tanda tangani perjanjian apapun atas aset tersebut di BNI. Dan kalau hutang ini disangkut pautkan dengan perusahaan yang pernah saya dan suami bekerja sebelumnya, kamipun sudah mengkomunikasikan ke BNI pada tanggal 30 Maret 2016 No 115/pdt/02.16/Agape.plg bahwa kami sudah keluar dari perusahaan tersebut. Apakah mungkin sebuah Bank BUMN Tbk dan go-international yang besar seperti BNI dapat melakukan praktek-praktek perbankan demikian rupa hanya untuk kepentingan BNI itu sendiri? Apakah mungkin BNI bisa mengambil keputusan sepihak dengan alasan keluarga tanpa sepengetahuan yang bersangkutan dan melanggar perjanjian? Apakah BNI bisa mengikat hutang tanpa sepengetahuan pemilik aset? Apakah kepentingan BNI lebih dari pada segalanya? Saat ini, saya mencari kepastian hukum perbankan. Saya minta penyelesaian atas permasalahan saya ini. Dimana bertahun-tahun saya dan suami sangat dirugikan dan tidak bisa mengajukan kredit ke bank-bank lain. 1.Saya minta BNI mengacu kembali kepada perjanjian yang sdh disepakati bersama untuk kredit griya rumah dan tanah no. LBK/GRIYA2010147. 2.Saya minta agar BNI tidak membebankan hutang kepada saya dan suami atas hutang yang tidak pernah saya dan suami setujui/ketahui 3.Saya meminta BNI untuk mengembalikan semua SHM yang atas nama saya dan suami kepada kami. 4.Saya minta ganti rugi material dan immaterial dari BNI. Demikian saya sampaikan, terima kasih.
674 dilihat